JAKARTA - Amerika Serikat (AS) prihatin sekaligus memperhatikan dengan cermat perkembangan teknologi rudal hipersonik, termasuk potensi aplikasi militernya oleh China dan Rusia, sebut pejabat kontrol senjata AS, menyikapi laporan media mengenai uji coba rudal hipersonik berkemampuan nuklir oleh China.
Senjata hipersonik biasanya didefinisikan sebagai rudal yang terbang lebih dari lima kali kecepatan suara, dan perlombaan sedang berlangsung untuk senjata jarak jauh generasi berikutnya yang lebih sulit dideteksi dan dicegat.
The Financial Times, mengutip lima orang yang mengetahui masalah tersebut, mengatakan pada akhir pekan, China telah menguji senjata pada Bulan Agustus yang terbang melalui ruang angkasa dan mengelilingi dunia sebelum meluncur ke bawah menuju target yang terlewatkan.
Amerika Serikat dan Rusia sama-sama menguji senjata hipersonik, tetapi duta besar perlucutan senjata AS Robert Wood mengatakan bahwa Washington khawatir tentang kemungkinan penggunaannya.
"Teknologi hipersonik adalah sesuatu yang kami khawatirkan, potensi aplikasi militernya dan kami telah menahan diri untuk mengejarnya, kami telah menahan diri dari mengejar aplikasi militer untuk teknologi ini," ujarnya kepada wartawan di Jenewa, Swiss seperti mengutip Reuters 19 Oktober
"Tetapi kami telah melihat China dan Rusia sangat aktif menggunakan, militerisasi teknologi ini sehingga kami hanya harus merespons dengan cara yang sama. Kami hanya tidak tahu bagaimana kami dapat bertahan melawan teknologi itu, begitu juga China dan Rusia," lanjutnya.
Wood mengacu pada kesulitan sistem pertahanan rudal untuk melacak senjata berkecepatan tinggi yang dapat bermanuver, menghindari perisai yang dimaksudkan untuk menghentikan mereka memasuki wilayah.
"Rusia memiliki kendaraan luncur hipersonik yang disebut Avangard, salah satu ICBM berat mereka (rudal balistik antar-benua). Kami sudah tahu tentang (itu). Mereka, pada dasarnya, sudah tercantum dalam perjanjian START Baru (tentang pengurangan senjata nuklir), belum cukup berkembang," paparnya.
"Tetapi, jenis teknologi (hipersonik) ini mengkhawatirkan, karena kami belum pernah menghadapinya sebelumnya," tambahnya. Rusia dan China tidak segera menanggapi komentarnya.
Wood, yang merupakan utusan AS untuk Konferensi Perlucutan Senjata yang disponsori PBB di Jenewa, menyuarakan harapan teknologi baru dapat ditangani atau "ditangkap" dalam semacam prinsip atau mekanisme hukum yang disepakati secara internasional di masa depan.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd Austin mengatakan secara terpisah, Washington mengawasi dengan cermat pengembangan sistem senjata canggih China, meskipun ia menolak untuk mengomentari langsung laporan Financial Times.
"Kami mengamati dengan cermat perkembangan persenjataan dan kemampuan serta sistem canggih China yang hanya akan meningkatkan ketegangan di kawasan itu," ujar Menteri Austin di sela-sela kunjungannya ke Georgia, menambahkan Washington akan tetap fokus pada tantangan militer dari Beijing.
Terpisah, China membantah laporan pihaknya telah melakukan uji coba rudal hipersonik berkemampuan nuklir, menyebutnya sebagai tes kendaraan luar angkasa yang berfokus pada teknologi yang dapat digunakan kembali.
"Itu bukan rudal, itu adalah kendaraan luar angkasa," sanggah juru bicara kementerian Zhao Lijian pada konferensi pers reguler di Beijing ketika ditanya tentang laporan surat kabar itu, menambahkan itu adalah 'ujian rutin untuk tujuan pengujian teknologi untuk menggunakan kembali rudal tersebut, mengutip Al Jazeera 18 Oktober.
Zhao menambahkan, uji coba, yang menurut Kementerian Luar Negeri China berlangsung Bulan Juli bukan Agustus, sangat penting untuk mengurangi biaya penggunaan pesawat ruang angkasa dan dapat memberikan cara yang nyaman dan terjangkau untuk melakukan perjalanan pulang pergi untuk penggunaan damai umat manusia dari ruang angkasa.Dia mengklaim bahwa banyak negara telah melakukan tes serupa di masa lalu.
BACA JUGA:
Selain China dan AS, beberapa negara lain juga sedang menggarap teknologi hipersonik. Rusia dan Korea Utara sama-sama mengklaim telah berhasil meluncurkan uji coba rudal hipersonik.
Sementara itu, India, Jepang, Australia, Prancis dan Jerman sedang dalam proses mengembangkan senjata semacam itu, menurut sebuah laporan yang diterbitkan pada bulan Agustus oleh US Congressional Research Service (CRS).
Laporan CRS mengatakan sejumlah negara lain – termasuk Iran, Israel dan Korea Selatan, juga telah 'melakukan penelitian dasar tentang aliran udara hipersonik dan sistem propulsi, tetapi mungkin tidak mengejar kemampuan senjata hipersonik saat ini'.