JAKARTA - Daging sapi Wagyu Jepang yang terkenal, kelezatan yang harganya bisa lebih dari 200 dolar Amerika Serikat atau Rp2.839.230 per pon di beberapa restoran top, bisa menjadi jauh lebih terjangkau dalam bentuk replika yang dikembangkan di laboratorium.
Ilmuwan Jepang mengatakan, mereka telah berhasil menciptakan kembali Wagyu, yang terkenal dengan marmernya yang gemuk, di laboratorium untuk menghasilkan sesuatu yang pada akhirnya bisa terlihat dan terasa seperti steak asli.
Daging sapi wagyu berasal dari jenis sapi hitam, yang paling terkenal dibudidayakan di daerah Kobe, Jepang Barat.
Peneliti Universitas Osaka yang dipimpin oleh Michiya Matsusaki menggunakan bioprinter 3-D dan sel induk sapi, mereplikasi marmer khas Wagyu dalam potongan seperti steak padat, daripada bentuk cincang yang telah melambangkan upaya lain pada daging budidaya.
Saat ini dibutuhkan sekitar tiga sampai empat minggu untuk menghasilkan satu sentimeter kubik daging budidaya, jadi belum siap untuk lorong toko kelontong.
Tetapi, seiring dengan peningkatan teknik dan efisiensi, metode ini dapat menghasilkan sesuatu yang meniru hal yang sebenarnya, kata Matsusaki.
"Jika kita dapat dengan cepat menghasilkan banyak daging dari beberapa sel, ada kemungkinan kita dapat merespons masalah kekurangan makanan dan protein dengan lebih baik di masa depan," ujar Matsusaki kepada Reuters, seperti dikutip 8 Oktober.
Kekhawatiran lingkungan dan etika di sekitar industri daging telah mendorong minat pada alternatif nabati dan potensi produk yang dikembangkan peneliti di laboratorium.
Itu telah mendorong pertumbuhan yang kuat dalam pengembang alternatif daging asli, termasuk pembuat burger nabati Impossible Foods Inc yang sedang mempersiapkan daftar publik yang bisa melebihi 10 miliar dolar AS, kata sumber
Matsusaki mengatakan, teknik bioprinting dan kultur yang dikembangkan di labnya juga dapat diterapkan dalam pengobatan manusia, seperti menumbuhkan pengganti otot yang rusak.
BACA JUGA:
Sekarang dibutuhkan sekitar 10.000 yen atau sekitar 89,40 dolar AS untuk memproduksi satu gram Wagyu yang ditanam di laboratorium. Tetapi, dengan lebih banyak otomatisasi, harganya bisa turun sehingga dapat dipasarkan untuk masyarakat umum dalam waktu lima tahun, tukas Matsusaki.