Korea Utara Terancam Kelaparan, Pakar PBB Salahkan Sanksi Internasional dan Blokade Ketat COVID-19
Warga ziarah ke Istana Matahari Kumsusan Korea Utara. (Sumber: KCNA)

Bagikan:

JAKARTA - Pakar Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyebut Korea Utara terancam mengalami kelaparan, utamanya anak-anak dan orang tua yang termasuk kelompok rentan.

Pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia Korea Utara Tomas Ojea Quitana mengatakan, sanksi internasional dan blokade ketat COVID-19 memperburuk risiko kekurangan pangan.

"Akibatnya, warga Korea Utara berjuang setiap hari untuk 'menjalani kehidupan yang bermartabat," ujar Quintana, mengutip BBC 13 Oktober.

Quintana juga menyerukan agar sanksi yang dikenakan atas program nuklir Korea utara untuk dicabut, guna mencegah krisis. 

Dalam laporan terbarunya, Quintana mengatakan Dewan Keamanan PBB harus melihat pelonggaran sanksi internasional dan mengizinkan 'bantuan kemanusiaan dan penyelamatan jiwa'.

Sementara itu, mengutip France 24 dari AFP, Quintana mengatakan pembatasan seperti itu harus dilonggarkan untuk melindungi negara yang paling rentan dalam menghadapi kekurangan pangan yang parah.

"Sanksi yang dijatuhkan oleh Dewan Keamanan PBB harus ditinjau dan dikurangi bila perlu untuk memfasilitasi bantuan kemanusiaan dan penyelamatan jiwa," sebutnya.

Laporan itu muncul sekitar tiga bulan setelah Organisasi Pangan dan Pertanian PBB mengatakan Korea Utara menghadapi kekurangan pangan sekitar 860.000 ton tahun ini, dan dapat mengalami "masa kurus yang sulit".

Korea Utara dianggap berada dalam kesulitan ekonomi yang mengerikan. Negara itu menutup perbatasannya untuk menahan penyebaran COVID-19. Akibatnya, perdagangan dengan China anjlok. Sementara, Korea Utara bergantung pada China untuk makanan, pupuk, dan bahan bakar.

Minggu ini, Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un mengakui negara yang dipimpinnya menghadapi 'situasi suram', kantor berita negara melaporkan.

Sementara, ada laporan harga pangan telah melonjak, dengan NK News melaporkan pada Bulan Juni, harga satu kilogram pisang mencapai 45 dolar AS atau sekitar 32 poundsterling.

Untuk diketahui, Amerika Serikat di bawah Presiden Joe Biden telah berulang kali mengatakan bersedia untuk berbicara dengan Korea Utara, tetapi telah menuntut Pyongyang menyerahkan senjata nuklirnya sebelum sanksi dapat dilonggarkan. Korea Utara sejauh ini menolak.

Awal pekan ini, Kim Jong-un menyalahkan Amerika Serikat karena memicu ketegangan, dengan mengatakan pihaknya perlu terus mengembangkan senjata untuk pertahanan diri.

Terlepas dari kesengsaraan ekonominya, Korea Utara terus membangun persenjataan dan persenjataan misilnya. Baru-baru ini, Korea Utara menguji apa yang diklaimnya sebagai rudal hipersonik dan anti-pesawat baru.