JAKARTA - Kementerian Luar Negeri Korea Utara mengkritik seorang pakar hak asasi manusia PBB yang baru sebagai bias, mengatakan negara itu tidak akan mentolerir apa yang disebutnya upaya pimpinan Amerika Serikat (AS) untuk menggulingkan rezim Pyongyang, media pemerintah KCNA melaporkan pada Hari Jumat.
Elizabeth Salmon, pakar baru PBB tentang hak asasi manusia mengenai Korea Utara, melakukan kunjungan resmi pertamanya ke Korea Selatan sejak menjabat bulan lalu.
Dalam pernyataan pengukuhannya, Salmon mengatakan situasi hak asasi manusia Korea Utara telah memburuk, setelah lebih dari dua tahun tindakan ketat untuk mengekang COVID-19.
"Kami telah memperjelas pendirian prinsip kami bahwa kami tidak mengakui atau berurusan dengan 'pelapor khusus' yang hanya boneka AS," KCNA mengutip juru bicara Kementerian Luar Negeri yang tidak disebutkan namanya, melansir Reuters 2 September,
Pyongyang telah berulang kali menolak tuduhan pelanggaran hak asasi manusia, mengkritik penyelidikan PBB atas masalah tersebut sebagai skema yang didukung AS untuk mencampuri urusan dalam negerinya.
"DPRK tidak akan pernah memaafkan AS dan raket 'hak asasi manusia' terhadap DPRK, yang bertujuan untuk menggulingkan sistem sosialnya," kata pejabat itu, merujuk pada Korea Utara dengan nama resminya, Republik Rakyat Demokratik Korea. (DPRK).
BACA JUGA:
Diketahui, laporan terpisah PBB baru-baru ini juga mengatakan, langkah-langkah penahanan virus corona Korea Utara telah memperburuk pelanggaran hak asasi manusia negara itu, mengutip pembatasan tambahan pada akses informasi, keamanan perbatasan yang lebih ketat, dan pengawasan digital yang meningkat.
Terpisah, Salmon dijadwalkan untuk mengadakan konferensi pers pada Hari Jumat ini.