JAKARTA - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK PBB) akan mengadakan pertemuan terbuka resmi pertama mengenai situasi HAM di Korea Utara sejak 2017 pekan depan, kata perwakilan dari Amerika Serikat pada Kamis, sebagai ketua panel bulan ini.
Pertemuan itu dijadwalkan diadakan pada 17 Agustus, menyusul permintaan oleh Albania, Korea Selatan dan AS, menurut pernyataan bersama dari negara-negara yang disampaikan oleh Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield.
Ke-15 anggota dewan gagal mengadakan sidang terbuka mengenai topik itu dalam beberapa tahun belakangan terutama karena keengganan dari China dan Rusia, dimana kedua negara itu berhubungan dekat dengan Korut.
Namun pejabat senior AS mengatakan panel itu sepertinya mendapatkan dukungan suara untuk melanjutkan sidang sesuai rencana.
Pemungutan suara prosedural semacam itu tidak dapat diveto oleh lima anggota tetap dewan, termasuk China dan Rusia.
Di antara mereka yang akan memberi pengarahan kepada dewan dalam sidang yang dijadwalkan adalah Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk dan Elizabeth Salmon, pelapor khusus PBB untuk situasi HAM di Korea Utara, kata pernyataan itu.
Thomas-Greenfiled menuduh Pyongyang melakukan kejahatan "setiap hari" terhadap penduduknya juga warga dari Jepang dan Korsel, merujuk pada warga Korut yang diculik dari kedua negara.
"Kami tahu pelanggaran dan kekerasan hak asasi manusia oleh pemerintah memfasilitasi kemajuan senjata pemusnah massal dan program rudal balistik yang melanggar hukum," katanya dilansir ANTARA dari Kyodo, Jumat, 11 Agustus.
BACA JUGA:
Dalam beberapa tahun belakangan, dewan tersebut hanya mengadakan pembahasan informasi dan tertutup mengenai masalah pelanggaran HAM di Korut.
China, donatur ekonomi utama Pyonyang, telah menentang pembahasan situasi HAM di Korut dan mengatakan hal itu bukan mandat dewan, yang bertugas memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
Pada Maret lalu, China memblokir pertemuan informal mengenai HAM di Korut , agar tidak disiarkan secara online oleh badan penyiaran PBB.
Berbicara dalam pertemuan tersebut, seorang pejabat China mengatakan keputusan untuk mengadakan pertemuan itu "tidak membangun dengan cara apa pun" dan "membuang-buang sumber daya PBB."