JAKARTA - Ahli menilai peluncuran rudal terbaru Rusia ke Ukraina sebagai sebuah sinyal yang kuat, pencegahan, usai otorisasi Barat terhadap penggunaan senjata modern mereka oleh Ukraina guna menyerang jauh ke dalam wilayah Rusia, sedangkan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) tidak gentar dan akan tetap mendukung Kyiv.
Rusia untuk pertama kalinya menembakan rudal balistik hipersonik jarak menengah 'Oreshnik' pada Hari Kamis, sebagai respons otorisasi Barat terkait penggunaan senjata jarak jauh untuk menyerang jauh ke dalam wilayah Rusia.
"Setelah menangkis serangan Ukraina dengan rudal buatan AS dan Inggris, Rusia membalas dengan melakukan serangan ke lokasi produksi pertahanan di Ukraina," kata Presiden Putin dalam pidatonya di televisi, melansir TASS 22 November.
Lebih jauh dijelaskannya, Rusia menyerang Yuzhmash, pabrik kedirgantaraan Ukraina, dengan rudal balistik hipersonik berkemampuan nuklir, yang kali ini hanya membawa hulu ledak konvensional yang diberi kode 'Oreshnik'.
Beberapa pakar militer mengatakan, peluncuran rudal tersebut dapat dilihat sebagai tindakan pencegahan oleh Moskow menyusul serangan Kyiv ke Rusia dengan senjata Barat minggu ini.
Fabian Hoffmann, seorang peneliti doktoral di Universitas Oslo yang mengkhususkan diri dalam teknologi rudal dan strategi nuklir, mengatakan aspek paling signifikan dari rudal itu adalah, ia membawa muatan MIRV (multiple independent targetable reentry vehicle).
Rusia memilih senjata itu "untuk tujuan pensinyalan," katanya, melansir Reuters.
"Muatan ini secara eksklusif dikaitkan dengan rudal berkemampuan nuklir," tambahnya.
Kyiv awalnya menduga Rusia menembakkan rudal balistik antarbenua, senjata yang dirancang untuk serangan nuklir jarak jauh dan belum pernah digunakan dalam perang.
Namun, pejabat AS dan NATO menggemakan deskripsi Presiden Putin tentang senjata itu sebagai rudal balistik jarak menengah, yang memiliki jangkauan lebih pendek 3.000–5.500 km (1.860-3.415 mil).
Angkatan Udara Ukraina mengatakan rudal itu menargetkan Dnipro di Ukraina tengah-timur dan ditembakkan dari wilayah Astrakhan Rusia, lebih dari 700 km (435 mil) jauhnya.
"Tidak ada cara untuk melawan rudal itu pada saat ini," klaim Presiden Putin.
"Oreshnik menyerang target dengan kecepatan Mach 10, atau 2,5 hingga 3 kilometer per detik," ungkap Presiden Putin.
BACA JUGA:
"Sistem pertahanan udara modern dan sistem pertahanan rudal yang dikerahkan oleh Amerika di Eropa tidak dapat mencegat rudal semacam itu. Itu mustahil," tandasnya.
Terpisah, juru bicara NATO Farah Dakhlallah mengatakan, Rusia berusaha untuk "meneror" warga sipil dan mengintimidasi sekutu Ukraina.
"Menerapkan kemampuan ini tidak akan mengubah arah konflik atau menghalangi sekutu NATO untuk mendukung Ukraina," kata Dakhlallah.