Baguettenya Jadi yang Terbaik di Prancis, Imigran Tunisia Pasok Roti untuk Istana Presiden
Ilustrasi baguette. (Pixabay/Intuitivmedia)

Bagikan:

JAKARTA - Seorang imigran berhasil memenangi kompetisi membuat roti khas Prancis, Baguette, membuat toko rotinya terkenal dan mendapat kebanggaan nasional.

Lebih dari seratus kontestan ambil bagian dalam kompetisi yang diadakan setiap tahun untuk mengungkap boulanger terbaik di sana.

Kompetisi, yang dikenal sebagai 'Grand Prix de la Baguette de Traditional Francaise de la Ville De Paris', pertama kali digelar tahun 1997 oleh Jacques Chirac saat itu untuk merayakan baguette, makanan pokok dari masakan nasional dan lambang Prancis.

"Anda harus melakukan perjalanan ke seluruh dunia untuk memahami, bahwa roti yang baik seperti milik kami tidak ada. Ini bukan hanya chauvinisme, itu nyata!" kata Olivia Polski, wakil walikota Paris, mengutip Euro News 3 Oktober.

baguette
Ilustrasi baguette. (Pixabay/Intuitivmedia)

Selain hadiah uang, pemenang roti juga diberikan hak untuk memasok roti ke Istana Presiden Prancis selama satu tahun.

Pemenang yang beruntung pada tahun 2021 adalah Makram Akrout, seorang pembuat roti asal Tunisia, yang telah tinggal di Prancis selama 19 tahun setelah pertama kali tiba sebagai imigran tidak berdokumen.

"Saya bangga, tapi itu bukan kebetulan," ujar Akrout, merujuk pada fakta bahwa ayahnya juga seorang pembuat roti.

Akrout, yang memiliki toko roti 'Les Boulangers de Reuilly' di timur Paris, sempat kaget dan emosinya terguncang, setelah mengetahui dia telah memenangkan hadiah yang didambakan.

Panel juri terdiri dari para ahli, pensiunan pembuat roti, blogger, jurnalis, dan beberapa anggota masyarakat umum yang beruntung.

baguette
Ilustrasi baguette. (Wikimedia Commons/cocoparisienne)

Pada pagi kompetisi, ratusan pembuat roti berbaris untuk memasukkan dua baguette tradisional terbaik mereka ke dalam kompetisi. Untuk dipertimbangkan, baguette harus berukuran antara 55 dan 70 cm, beratnya 250 hingga 300 gram dan mengandung 18 gram garam per kilogram tepung.

Pada siang hari, setiap juri mengambil sampel 50 baguette dan menilainya berdasarkan sejumlah kriteria, seperti rasa, warna remah, bau, dan tekstur. Skor tersebut kemudian digabungkan untuk menghasilkan finalis untuk hari itu, dari mana pemenang akhirnya dipilih.

Akrout, yang masuk dalam 10 besar pada 2017 dan 2018, tetap bertekad untuk mempertahankan gelar tersebut.

"Saya harus memenuhi tugas itu," ujarnya tersenyum, menambahkan "dengan semua orang yang akan datang ke sini untuk mencicipi baguette terbaik di Paris!"