JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut aliran uang dari dan kepada Gubernur Sulawesi Selatan non-aktif Nurdin Abdullah. Hal ini dilakukan dengan memeriksa sejumlah saksi pada Selasa, 6 April kemarin.
Ada dua orang saksi yang telah diperiksa. Mereka adalah wiraswasta, Fery Tandiady dan seorang mahasiswa, Muhammad Irham Samad. Keduanya diperiksa untuk kasus suap dan gratifikasi yang menjerat Nurdin.
"Para saksi didalami pengetahuannya antara lain terkait dugaan aliran sejumlah uang baik yang diterima oleh tersangka NA melalui tersangka ER (Edy Rahmat) maupun aliran sejumlah uang dari tersangka NA ke berbagai pihak," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 7 April.
KPK sebenarnya juga memanggil Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Makassar dan seorang pegawai negeri sipil (PNS) Idham Kadir. Hanya saja keduanya tak bisa memenuhi panggilan tersebut sehingga akan dilakukan penjadwalan ulang.
"Tidak hadir dan segera di lakukan penjadwalan ulang kembali," ungkapnya.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Nurdin Abdullah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.
Politikus PDIP ini ditetapkan tersangka bersama Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat. Sementara Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Saat menjabat sebagai Gubernur Sulsel, Nurdin diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total Rp 5,4 miliar terkait proyek di lingkungan Pemprov Sulsel. Duit Rp2 miliar diberikan dari Agung melalui Edy. Suap itu diberikan agar Agung dapat kembali menggarap proyek di Sulsel untuk tahun anggaran 2021.
Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Agung dikenakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.