Bagikan:

JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) memperbolehkan penggunaan vaksin COVID-19 AstraZeneca dalam vaksinasi nasional. Meski secara ketentuan hukum vaksin asal Inggris itu tak diperbolehkan karena mengandung tripsin babi.

MUI memperbolehkan penggunaan vaksin COVID-19 jenis AstraZeneca dalam program vaksinasi nasional, meski komposisi vaksin asal Inggris tersebut mengandung babi yang diharamkan umat Islam.

Keputusan ini setelah MUI melakukan kajian fatwa karena sebelumnya vaksin tersebut ditunda penggunaannya oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

MUI melakukan kajian dari pemeriksaan dokumen yang terkait dengan ingredient dari produksi vaksin AstraZeneca. Kemudian ditindak lanjuti dalam rapat dengan mendengar keterangan pemerintah khususnya terkait dengan urgensi vaksinasi COVID-19, serta keterangan dari BPOM terkait jaminan vaksin dan juga produsen AstraZeneca dan PT Biofarma yang bertanggung jawab terkait juga dengan pengadaan distribusi.

"Maka MUI setelah melakukan proses pengkajian dari aspek keagamaan, dan juga pemeriksaan terkait aspek ingredient juga proses produksi serta keterangan pemerintah dan ahli yang kompetensi dan kredibilitas, dengan memohon rahmat Allah SWT, pada 16 Maret 2021, MUI menetapkan Fatwa Nomor 14 Tahun 2021 tentang hukum penggunaan vaksin COVID-19 produk AstraZeneca," ujar Ketua MUI Asrorun Niam Sholeh dalam konferensi pers secara daring, Jumat 19 Maret.

Selanjutnya, pada 17 Maret fatwa tersebut diserahkan ke pemerintah untuk dijadikan panduan. "Dan hari ini, Jumat 19 Maret, dijelaskan ke publik mengenai fatwa tersebut," katanya.

Asrorun Niam menjelaskan, fatwa terkait dengan produk AstraZeneca yang difatwakan adalah vaksin COVID-19 yang diproduksi oleh AstraZeneca di SK Biosains Andong, Korea Selatan. 

"Ketentuan hukumnya, yang pertama vaksin produk AstraZeneca hukumnya haram, karena tahapan produksinya memanfaatkan tripsin yang berasal dari babi," jelasnya.

Walau demikian yang kedua, sambungnya, penggunaan vaksin COVID-19 produk AstraZeneca pada saat ini hukumnya dibolehkan dengan lima alasan, diantaranya: 

a. Ada kondisi kebutuhan yang mendesak yang menduduki kedudukan darurat syar'i. 

b. Ada keterangan dari ahli yang kompeten dan terpercaya tentang bahaya jika tidak segera dilakukan vaksinasi COVID-19.

c. Ketersediaan vaksin COVID-19 yang halal dan suci tidak mencukupi dalam pelaksanaan vaksinasi, guna ikhtiar mewujudkan kekebalan kelompok atau herd immunity.

d. Ada jaminan keamanan penggunaannya oleh pemerintah. Sesuai hasil rapat komisi fatwa.

e. Pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin COVID-19, mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia baik di Indonesia maupun ditingkat global.

Ketiga, lanjut Asrorun Niam, dibolehkannya penggunaan vaksin COVID-19 produk AstraZeneca sebagaimana dimaksud angka dua tadi tidak berlaku lagi dengan alasan mulai dari huruf a sampai e hilang.

Keempat, pemerintah wajib terus mengikhtiarkan ketersediaan vaksin COVID-19 18 yang halal dan suci.

"Kelima, ummat Islam Indonesia wajib berpartisipasi dalam program vaksinasi COVID-19 yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk mewujudkan kekebalan kelompok dan terbebas dari wabah COVID-19," katanya.