PKPI Minta MUI Buktikan Vaksin AstraZeneca yang Dinyatakan Haram karena Mengandung Babi
MUI (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA -  Dewan Pakar Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Teddy Gusnaidi, menanggapi polemik penggunaan Vaksin AstraZeneca yang dinyatakan haram karena mengandung babi oleh MUI. Meski secara ketentuan haram, MUI memperbolehkan penggunaannya lantaran situasi darurat.

"LSM MUI harus mampu membuktikan secara ilmiah (bedah vaksinnya), pernyataan mereka bahwa vaksin AstraZeneca mengandung enzim babi," tulis Teddy seperti dikutip VOI dalam akun Twitter @TeddyGusnaidi, Senin 22 Maret.

Jika MUI tidak dapat membuktikan vaksin asal Inggris itu mengandung babi, Teddy  meragukan label halal yang selama ini dikeluarkan oleh MUI.

"Ditunggu pembuktian LSM MUI," kicaunya lagi.

Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia memperbolehkan penggunaan vaksin COVID-19 jenis AstraZeneca dalam program vaksinasi nasional, meski komposisi vaksin asal Inggris tersebut mengandung babi yang diharamkan ummat Islam.

"Ketentuan hukumnya, yang pertama vaksin produk AstraZeneca hukumnya haram, karena tahapan produksinya memanfaatkan tripsin yang berasal dari babi," kata Ketua MUI Asrorun Niam Sholeh, Jumat, 19 Maret.

Walau demikian, penggunaan vaksin COVID-19 produk AstraZeneca pada saat ini hukumnya dibolehkan karena ada kondisi kebutuhan yang mendesak yang menduduki kedudukan darurat syar'i. 

Sementara, pihak AstraZeneca menegaskan bahwa vaksin COVID-19 AstraZeneca tidak bersentuhan dengan produk turunan babi atau produk hewani lainnya. 

"Penting untuk dicatat bahwa vaksin COVID-19 AstraZeneca merupakan vaksin vektor virus yang tidak mengandung produk berasal dari hewan, seperti yang telah dikonfirmasikan oleh Badan Otoritas Produk Obat dan Kesehatan Inggris," jelasnya dalam keterangan pers, Sabtu 20 Maret.

"Semua tahapan proses produksinya, vaksin vektor virus ini tidak menggunakan dan bersentuhan dengan produk turunan babi atau produk hewani lainnya," tegas AstraZeneca. 

Diyakinkan pula oleh pihak AstraZeneca bahwa vaksin ini telah disetujui di lebih dari 70 negara di seluruh dunia dan termasuk oleh negara-negara muslim.