Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan suap pemeriksaan laporan keuangan di Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Pengusutan ini merupakan pengembangan kasus yang menjerat mantan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah.

"Dari hasil perkembangan persidangan perkara sebelumnya dengan terpidana Nurdin Abdullah, Gubernur Sulsel, KPK kembali mengembangkan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap untuk pemeriksaan laporan keuangan Pemda Provinsi Sulawesi Selatan," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Jumat, 22 Juli.

Suap pemeriksaan keuangan ini diduga terjadi pada tahun anggaran 2020 pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulawesi Selatan. Hanya saja, Ali belum memerinci siapa saja pelakunya.

Pengumpulan barang bukti hingga kini masih berjalan. Penggeledahan sejumlah tempat dan pemanggilan saksi sedang dilakukan penyidik.

"KPK akan mengumumkan pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, uraian dugaan perbuataan pidana, dan pasal-pasal yang disangkakan ketika penyidikan perkara ini telah cukup yang dilanjutkan dengan upaya paksa penangkapan dan penahanan," ungkapnya.

Masyarakat diminta tak berspekulasi dan terus memantau proses penyidikan yang berjalan. "Pengawasan dari masyarakat tentunya diperlukan agar proses penyidikan perkara ini dapat dilaksanakan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku," tegas Ali.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata bahkan mengatakan kasus yang dikembangkan dari penerimaan suap mantan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah itu mirip dugaan suap yang dilakukan Bupati Bogor Ade Yasin.

"Lebih kurang sama, ini pengembangan dan kita ketahui ternyata ada aliran uang. Ada permintaan uang terkait dengan proses audit kan seperti itu," kata Alexander, Kamis, 21 Juli kemarin.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar menjatuhkan vonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan kepada Nurdin Abdullah. Dia terbukti menerima suap dan gratifikasi senilai 350 ribu dolar Singapura dan Rp8,087 miliar.

Selain itu, Nurdin juga diwajibkan membayar uang pengganti sejumlah Rp2,1 miliar dan 350 ribu dolar Singapura. Setelah menjalani masa hukumannya, hak politiknya juga dicabut selama tiga tahun.