Kemenkes Mulai Susun Penggunaan Sertifikat Vaksinasi COVID-19 untuk Perjalanan Hingga Nonton Konser
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (Foto: DOK Kemenkes)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengaku saat ini Kemenkes mulai mempersiapkan mekanisme protokol kesehatan baru menggunakan sertifikat vaksinasi COVID-19.

Kata Budi, nantinya sertifikat yang dipegang kepada orang-orang yang telah menerima suntikan vaksin ini bisa digunakan untuk berbagai kegiatan, mulai dari melakukan perjalanan hingga menonton konser.

Hal ini, kata dia, berpedoman pada regulasi Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau Centers for Disease Control (CDC).

"CDC sudah mengeluarkan guideline yang cukup lengkap, transportasi, acara konser, dan sebagainya berbasis sertifikat vaksinasi ini," kata Budi dalam konferensi pers virtual di Youtube PerekonomianRI, Jumat, 19 Maret.

Meski sudah mulai mempersiapkan, Budi bilang realisasi penggunaan sertifikat vaksinasi sebagai protokol kesehatan baru bisa digunakan jika program vaksinasi nasional telah menembus sasaran dengan jumlah yang banyak.

"Begitu jumlahnya sudah cukup banyak, kita sekarang sudah mulai mempersiapkan protokol-protokol kesehatan yang baru untuk masing-masing aktivitas ini, gunanya nanti akan ke sana," tutur Budi.

"Jadi, memang sertifikat vaksinasi ini akan digunakan sebagai salah satu instrumen dalam implementasi protokol kesehatan yang baru untuk setiap aktivitas," lanjutnya.

Pentingkah aturan ini dibuat?

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengatakan, penggunaan sertifikat vaksin COVID-19 sebagai syarat pelaku perjalanan memang bisa dibuat. Tapi, dia menilai, hal ini tak perlu dilakukan saat ini mengingat pemberian vaksin di tengah masyarakat masih belum begitu masif.

“Baru kurang dari dua persen penduduk Indonesia yang divaksin,” kata Dicky saat dihubungi VOI.

Jika memang aturan ini dipaksakan untuk dilakukan saat ini, dia khawatir, hal ini justru menimbulkan diskriminasi di tengah masyarakat. “Kecuali sudah lebih dari 30-40 persen (pemberian vaksin, red), itu cukup lah dasarnya,” tegasnya.

“Tapi kalau masih kurang dua persen, kita jadi negara yang tidak adil dan asas kesetaraan tidak tercapai,” imbuhnya.