JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) telah menyusun serangkaian langkah strategi untuk diterapkan dalam kegiatan penyelenggaraan perjalanan jemaah ibadah haji dan umrah.
“Kita harus mengkomunikasikan dengan pemerintah Arab Saudi, agar orang-orang yang nanti berangkat umrah itu orangnya pasti dan datanya bisa dikoreksi,” kata Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief dalam media gathering yang diikuti di Jakarta, dilansir Antara, Senin, 18 Oktober.
Ia mengatakan, langkah pertama yang diambil pihaknya yakni melakukan koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) terkait dengan upaya negosiasi diizinkannya jemaah dari Indonesia untuk melaksanakan ibadah umrah.
Koordinasi itu dilakukan oleh Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia dengan Direktur Timur Tengah Kemenlu.
Menurut dia pihaknya juga telah melakukan koordinasi bersama Kedutaan Besar Kerajaan Arab Saudi di Jakarta dan telah dilakukan sebanyak tiga kali untuk mendiskusikan persiapan penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah 1443 Hijriah.
“Kami juga meminta konsul haji dan umrah KJRI Jeddah untuk terus berkoordinasi dengan otoritas Arab Saudi terkait perkembangan kebijakan penyelenggaraan umrah,” katanya.
BACA JUGA:
Dalam pertemuan terakhir, kata dia, Duta Besar Arab Saudi menyampaikan pembukaan umrah untuk jemaah Indonesia akan segera dibuka dan menjadikan jemaah dari Indonesia sebagai prioritas dalam keberangkatan perjalanan ibadaah umrah.
Selain melakukan koordinasi dengan Arab Saudi, kata dia, koordinasi juga telah dilakukan bersama Kementerian Kesehatan (kemenkes) terkait perkembangan vaksinasi bagi jemaah umrah kemungkinan peruntukan vaksin booster dan pembukaan akses data sertifikat vaksin COVID-19.
“Terkait dengan permasalahan vaksin booster, saat ini Kemenkes sedang melakukan negosiasi intensif dengan Kemenkes Arab Saudi agar vaksin Sinovac dapat diterima tanpa menggunakan vaksin booster,”katanya.
Langkah ketiga yang dilakukan adalah membentuk tim manajemen krisis haji dan umrah 1443 H yang terdiri atas perwakilan Kemenag, Kemenkes, Kemenlu dan Kementerian Perhubungan.
Pada langkah keempat, Kemenag telah mengirimkan surat edaran ke seluruh Penyelenggara Perjalanan Ibadah umrah (PPIU) untuk memberikan informasi terkini soal data jemaah umrah yang tertunda keberangkatannya yang telah divaksinasi dan siap berangkat.
Laporan data tersebut juga termasuk data jemaah yang melakukan pembatalan atau penarikan dana perjalanan ibadah umrah pada masing-masing PPIU.
Kelima, melakukan integrasi aplikasi pada sistem informasi dan data penyelenggaraan umrah yang terfasilitasi dalam Sistem Komputerisasi Terpadu umrah dan Haji (Siskopatuh).
Hal tersebut dilakukan karena aplikasi itu tidak merekam data vaksinasi COVID-19 milik jemaah. Padahal, data sertifikat vaksin termasuk syarat yang diberlakukan Arab Saudi untuk menunaikan ibadah tersebut.
“Proses integrasi sistem agar bisa menyajikan data yang dibutuhkan Saudi dan dibaca melalui QR Code, lalu dibahas Kemenag dan Kemenkes. Draft MoU dan PKS nya sudah dirumuskan,” kata dia menjelaskan sertifikat vaksin hanya terdapat dalam aplikasi PeduliLindungi.
Selanjutnya, Kemenag turut membuat skema penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah pada saat pandemi COVID-19 yang disusun mulai dari persyarakat jemaah umrah untuk mengikuti ketentuan dari pihak Arab Saudi hingga perubahan biaya referensi perjalanan ibadah umrah yang mengikuti perkembangan dan biaya protokol kesehatan di kedua negara.
Terakhir, disebutkan review dan revisi regulasi akan dilakukan dengan didasarkan pada rumusan skema penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah pada masa pandemi COVID-19 yang akan menjadi bahan penyempurnaan Keputusan Menteri Agama Nomor 719 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan ibadah umrah pada masa pandemi COVID-19.
“Kami bersama asosiasi PPIU juga tengah menyusun revisi KMA tentang biaya referensi penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah pada masa pandemi COVID-19. Menyesuaikan dengan protokol kesehatan dan perkembangan kondisi layanan saat ini,” demikian Hilman Latief .