JAKARTA - Mejelis hakim menyatakan Joko Tjandra telah secara sah dan meyakinkan melakukan suap dan gratifikasi terhadap aparat penegak hukum. Keyakinan majelis hakim itu berdasarkan dua pertimbangan.
Hakim ketua dalam persidangan perkara gratifiksi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) dan suap penghapusan red notice, Muhammad Damis menyebut untuk pertimbangan memberatkan, tindak pidana yang dilakukan Joko Tjandra melibatkan aparat penegak hukum.
"Pebuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam mencegah dan memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme. Perbuatan dilakukan sebagai upaya untuk menghindari keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Penyuapan dilakukan ke penegak hukum," ucap Damis dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 5 April.
Sementara untuk hal meringankan hanya karena Joko Tjandra selalu kooperatif dalam persidangan. Sehingga, sikap yang ditujukan Joko Tjandra menjadi bahan pertimbangan.
"Terdakwa bersikap sopan selama persidangan dan terdakwa berusia lanjut," kata dia.
Joko Tjandra divonis bersalah dalam perkara gratifiksi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) dan suap penghapusan red notice. Sehingga, Joko Tjandra dijatuhi hukumam pidana penjara selama empat tahun enam bulan.
"Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan," ucap hakim ketua Muhammad Damis.
BACA JUGA:
Selain itu, majekis hakim juga menjatuhi hukuman denda terhadap Joko Tjandra sebesar Rp100 juta subsider 6 bulan penjara.
Dalam perkara itu, Joko Tjandra memberi uang sebesar 500 ribu dolar Amerika Serikat (AS) terhadap jaksa Pinangki Sirna Malasari melalui adik iparnya, Herriyadi Angga Kusuma, dan Andi Irfan Jaya.
Uang itu diberikan sebagai uang muka untuk rencana mengurus hukum yang dihadapinya berupa fatwa MA melalui Kejaksaan Agung. Sebab, jaksa Pinangki meminta kepada Joko Tjandra sebesar 1 juta dolar AS.
Tujuannya dari upaya hukum ini, agar Joko Tjandra bisa pulang ke Indonesia.Sementara dalam perkara penghapusan red notice, Joko Tjandra diyakini bersalah karena memberikan uang ke Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte.
Untuk Brigjen Prasetijo diberikan uang sebesar 100 ribu dolar AS. Sedangkan, Irjen Napoleon diberikan 200 ribu dan 370 ribu dolar AS. Pemberian uang itu dilakukan melalui perantara pengusaha Tommy Sumardi.