Bagikan:

JAKARTA - Joko Tjandra mengaku santai menjelang sidang vonis perkara dugaan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) dan suap penghapusan red notice serta DPO. Alasanya, fakta persidangan membuktikan dirinya merupakan korban penipuan.

"Santai sajalah, sesuai fakta hukum aja apa yang terjadi dalam persidangan tadi. Harapannya saya yang terbaiklah," ucap Joko Tjandra usai persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 25 Maret.

Selain itu, Joko Tjandra juga menyebut selama proses persidangan jaksa penuntut gagal membuktikan dakwaan perihal pemberian gratifikasi. Sebab, uang yang selama ini disebut dalam persidangan merupakan pembayaran konsultan dan lawyer fee.

Terlebih, dalam perkara pengurusan fatwa MA bukan dia yang mencari-cari Pinangki Sirna Malasari, tapi sebaliknya. Bahkan, dalam action plan yang diajukan itupun merupakan modus penipuan.

"Loh memang faktanya memang itu kan penipuan. Saya didatangin kok di Malaysia. Bukan saya mencari, itu keyakinan dan fakta di persidangan kan begitu," kata dia.

Majelis hakim memutuskan untuk menggelar sidang lanjutan dengan agenda vonis pada 5 April. Joko Tjandra sebelumnya dituntut hukuman penjara selama empat tahun. Selain itu, Joko Tjandra juga dituntut membayar denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Tuntutan ini diajukan terhadap perkara suap yang menjeratnya yaitu terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung.

Dalam perkara ini, Joko Tjandra sudah memberi uang sebesar 500 ribu dolar Amerika Serikat (AS) terhadap jaksa Pinangki Sirna Malasari melalui adik iparnya, Herriyadi Angga Kusuma, dan Andi Irfan Jaya.

Uang itu diberikan sebagai uang muka untuk rencana mengurus hukum yang dihadapinya berupa fatwa MA melalui Kejaksaan Agung. Sementara dalam perkara penghapusan red notice, Joko Tjandra diyakini bersalah karena memberikan uang ke Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte.

Untuk Brigjen Prasetijo diberikan uang sebesar 100 ribu dolar AS. Sedangkan, Irjen Napoleon diberikan 200 ribu dan 370 ribu dolar AS. Pemberian uang itu dilakukan melalui perantara pengusaha Tommy Sumardi.

Joko Tjandra dianggap melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a dan Pasal 15 Juncto Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 dan 2 KUHP.