Joko Tjandra Berubah Keterangan soal Pengusul Fatwa MA di Sidang Pinangki
Joko Tjandra di Pengadilan Tipikor, Senin 9 November (Rizky Adytia P/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Saksi dalam sidang kasus gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung di persidangan, Joko S Tjandra menyampaikan keterangan berbeda terkait perkara. Joko Tjandra menyebut ide pengurusan fatwa ke MA berasal dari Andi Irfan Jaya dan Anita Kolopaking. 

"Secara konkret pada 25 November 2019. Andi Irfan Jaya dan Anita," ujar Joko Tjandra dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin, 9 November.

Kesaksian itu berbeda dengan keterangannya ketika diperiksa di Kejaksaan Agung (Kejagung). Saat itu, Joko Tjandra menyebut jika ide itu berasal dari Rahmat dan Pinangki.

Ketika dipastikan kembali soal usulan pengurusan fatwa di MA, Joko Tjandra menegaskan jika Andi Irfan Jaya dan Anita Kolopaking yang menjadi insiator.

Kemudian ketika disinggung soal pertemuan dengan Pinangki dan Rahmat pada 12 November 2019, Joko Tjandra juga mengubah keterangannya. Dia menyebut tidak ada kesepakatan yang dihasilkan dalam pertemuan itu.

"Tidak ada kesepakatan sama sekali. Sifatnya hanya perkenalan saja," kata dia.

Padahal bila merujuk pada berkas penyidikan, Joko Tjandra menyebut pada dalam pertemuan pada 12 November 2019, menghasilkan perencanaan penggunaan media fatwa MA untuk dapat menindaklanjuti putusan MK nomor 33 pada Mei 2016 sehingga tidak dipidana atas putusan PK nomor 12 tertanggal 11 Juni 2009.

Ketika dipertanyakan ulang, Joko Tjandra menyatakan jika hal itu hanyalah rencana yang diajukan kepadanya. "Itu ide besar daripada Anita maupun Andi Irfan Jaya," kata dia.

Adapun Joko Tjandra sebelumnya menjadi buronan kasus pengalihan hak yang mengakibatkan terjadinya pergantian kreditur Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung.

Kejaksaan pernah menahan Joko Tjandra pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000. Namun, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata.

Selain itu, Kejaksaan mengajukan PK terhadap kasus Djoko ke Mahkamah Agung pada Oktober 2008. Akhirnya, majelis hakim menjatuhkan vonis dua tahun penjara terjadap Djoko Tjandra dan harus membayar Rp15 juta. Uang milik Joko di Bank Bali Rp546,166 miliar pun dirampas negara.

Hingga akhirnya berhasil ditangkap di Malaysia, pada Kamis, 30 Juli. Sejauh ini, Joko Tjandra sudah ditetapkan sebagai tersangka pada beberapa perkara. Di mana, sebagian di antaranya sudah masuk proses persidangan.