Bagikan:

JAKARTA - Joko Soegiarto Tjandra disebut menolak action plan pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) yang diajukan Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Joko Soegiarto Tjandra disebut menolak action plan pada Desember 2019 karena menganggap tidak ada yang terlaksana. Padahal awalnya Djoko Tjandra sepakat dengan action plan yang dibuat Pinangki dengan waktu pengerjaan pengurusan fatwa MA dimulai Februari 2020.

Dalam surat dakwaan dipaparkan 10 poin action plan yang diajukan Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya tidak terealisasi. Joko Soegiarto Tjandra pun menolak action plan dengan memberi catatan ‘no;’.

"Djoko Tjandra pada bulan Desember 2019 membatalkan action plan dengan cara memberikan catatan pada kolom notes dari action plan dengan tulisan 'no'," kata Jaksa saat membacakan surat dakwaan Pinangki Sirna Malasari di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu, 23 September.

Padahal 10 action plan yang diajukan Pinangki dan Andi Irfan Jaya kepada Joko Soegiarto Tjandra baru akan dieksekusi atau dikerjakan di bulan Februari sampai Mei 2020. Tapi Djoko Tjandra disebut jaksa dalam dakwaan menolak action plan pada Desember 2019 karena tidak ada rencana yang terealisasi.

"Atas kesepakatan sebagaimana dalam action plan tersebut tidak ada satu pun yang terlaksana padahal Joko Soegiarto Tjandra telah memberikan down payment kepada terdakwa melalui Andi Irfan Jaya sebesar USD 500 ribu sehingga Joko Soegiarto Tjandra pada Desember 2019 membatalkan action plan," kata jaksa.

Action plan ke-1 adalah penandatanganan Security Deposit (Akta Kuasa Jual), yang dimaksudkan oleh terdakwa sebagai jaminan apabila Security Deposit yang dijanjikan Djoko Tjandra tidak terealisasi. Penanggungjawabnya adalah adalah JC (Joko Soegiarto Tjandra) dan IR (Andi Irfan Jaya), yang akan dilaksanakan pada tanggal 13 Februari 2020 sampai dengan 23 Februari 2020. 

Action plan ke-2 adalah pengiriman surat dari pengacara kepada BR (Burhanuddin/Pejabat Kejaksaan Agung), yang dimaksudkan oleh terdakwa sebagai surat permohonan fatwa Mahkamah Agung dari Pengacara kepada Kejaksaan Agung untuk diteruskan kepada Mahkamah Agung. Penanggungjawabnya adalah IR (Andi Irfan Jaya) dan AK (Dr. Anita Kolopaking), yang akan dilaksanakan pada tanggal 24 Februari 2020 sampai dengan 25 Februari 2020. 

Action plan ke-3 adalah BR (Burhanuddin/Pejabat Kejaksaan Agung) mengirimkan surat kepada HA (Hatta Ali/Pejabat Mahkamah Agung) yang dimaksud Pinangki sebagai tindak lanjut surat dari pengacara tentang permohonan Fatwa Mahkamah Agung. Penanggungjawab rencana ini adalah IR (Andi Irfan Jaya) dan P (Pinangki, terdakwa) yang akan dilaksanakan pada tanggal 26 Februari 2020 sampai dengan 1 Maret 2020.

Action plan ke-4 adalah pembayaran 25 persen fee P (Pinangki, terdakwa) (250.000 dollar AS), yang dimaksudkan Pinangki adalah pembayaran tahap I atas kekurangan pemberian fee kepada terdakwa sebesar 1.000.000 (satu juta dolar Amerika Serikat) yang telah dibayarkan Down Payment-nya (DP) sebesar 500.000 (lima ratus ribu dolar Amenka Serikat). Penanggunajawab action ini adalah JC (Joko Soegiarto Tjandra).

Action plan ke-6 adalah HA (Hatta Ali/Pejabat Mahkamah Agung) menjawab surat BR (Burhanuddin/Pejabat Kejaksaan Agung), yang dimaksudkan oleh terdakwa adalah jawaban surat Mahkamah Agung atas surat Kejaksaan Agung tentang Permohonan Fatwa Mahkamah Agung. Penanggungjawab rencana ini adalah HA (Hatta Ali/Pejabat Mahkamah Agung) / DK (belum diketahui) / AK (Dr. Anita Kolopaking), yang akan dilaksanakan pada tanggal 6 Maret 2020 sampai dengan 16 Maret 2020. 

Action plan ke-7 adalah BR (Burhanuddin/Pejabat Kejaksaan Agung) menerbitkan instruksi terkait surat HA (Hatta Ali/Pejabat Mahkamah Agung). Pinangki menurut jaksa menjelaskan rencana Kejaksaan Agung menginstruksikan kepada bawahannya untuk melaksanakan fatwa Mahkamah Agung. Penanggungjawab rencana ini adalah IF (belum diketahui) / P (Pinangki/terdakwa), yang akan dilaksanakan pada tanggal 16 Maret 2020 sampai dengan 26 Maret 2020. 

Action plan ke-8 adalah Security Deposit Cair (10.000.000) dolar AS. Pinangki menyebutnya sebagai rencana JC (Joko Soegiarto Tjandra) akan membayarkan sejumlah uang tersebut apabila action plan poin ke-2, action plan poin ke-3 dan action plan poin ke-6 serta action plan poin ke-7 tersebut berhasil dilaksanakan. 

Penanggungjawab rencana ini adalah JC (Joko Soegiarto Tjandra), yang akan dilaksanakan pada tanggal 26 Maret 2020 sampai dengan 5 April 2020. Sedangkan action plan ke-9 adalah JC (Joko Soegiarto Tjandra) kembali ke Indonesia. 

“Yang dimaksudkan oleh terdakwa adalah JC (Joko Soegiarto Tjandra) kembali ke Indonesia tanpa menjalani eksekusi pidana penjara selama 2 tahun berdasarkan Putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009. Penanggungjawab Action ini adalah P (Pinangki, terdakwa) /IR (Andi Irfan Jaya) / JC (Joko Soegiarto Tjandra), yang akan dilaksanakan pada bulan April 2020 sampai dengan bulan Mei 2020,” papar jaksa.

Action plan ke-10 adalah  pembayaran konsultan fee 25% P (250.000 dolar AS), yang dimaksudkan Pinangki sebagai pembayaran tahap I (pelunasan) atas kekurangan pemberian fee kepada terdakwa sebesar 1.000.000 (satu juta dolar Amerika Serikat) yang telah dibayarkan Down Paymentnya (DP) sebesar 500.000 (lima ratus ribu dolar Amerika Serikat) apabila Joko Soegiarto Tjandra kembali ke Indonesia sebagaimana Action ke-9. 

“Penanggungjawab Action ini adalah JC (Joko Soegiarto Tjandra), yang akan dilaksanakan pada bulan Mei 2020 sampai dengan bulan Juni 2020,” kata jaksa.

Pinangki didakwa menerima duit 500 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra untuk pengurusan fatwa MA. Duit 50 ribu dolar AS kemudian diserahkan Pinangki ke Anita Dewi Kolopaking yang ikut dalam perencanaan action plan membebaskan Djoko Tjandra dari jerat pidana penjara.

Siapa jaksa Pinangki sebenarnya?

Untuk pembaca budiman yang ingin lebih tahu siapa Jaksa Pinangki Sirna Malasari, bahkan sebelum kasus Djoko Tjandra, silakan klik tautan berikut. Tim riset VOI sudah merangkum sepak terjang Jaksa Pinangki yang pernah bikin kagum pengacara Hotman Paris