Bagikan:

JAKARTA - Jaksa Pinangki Sirna Malasari didakwa bermufakat jahat bersama Djoko Tjandra dan Andi Irfan Jaya untuk memberikan uang 10 juta dolar AS ke pejabat Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung (MA). Tapi rencana pemberian uang terkait pengurusan fatwa ke MA untuk Joko Tjandra ini tidak terealisasi.

“Terdakwa Pinangki Sirna Malasari telah melakukan permufakatan jahat dengan Andi Irfan Jaya dan Joko Soegiarto Tjandra untuk melakukan tindak pidana korupsi yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu bermufakat jahat untuk memberi atau menjanjikan uang USD 10.000.000 kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan di Mahkamah Agung,” ujar jaksa membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu, 23 September

Duit ini disiapkan untuk memuluskan pengurusan fatwa MA Djoko Tjandra agar tidak dieksekusi dalam kasus pengalihan hak tagih Bank Bali. Dengan begitu, Djoko Tjandra menurut jaksa bisa kembali ke Indonesia.

Kongkalikong pengurusan fatwa MA untuk Djoko Tjandra menurut jaksa diawali dari pertemuan Pinangki dengan Rahmat dan Anita Dewi Kolopaking. pada September 2019. Pinangki saat itu meminta Rahmat agar dikenalkan ke Djoko Tjandra. 

Rahmat menyanggupi lalu mengontak Djoko Tjandra. Djoko Tjandra bersedia bertemu Pinangki setelah mengecek data dan foto Pinangki berseragam Kejaksaan.

Di tengah upaya perkenalan itu, Pinangki mengontak Anita Kolopaking soal disiapkannya surat permintaan fatwa ke MA. Anita pun meresponsnya dengan janji akan mengurus eksekusi surat permintaan fatwa ke kenalannya di MA.

Kemudian pada 12 November 2019, Pinangki bersama Rahmat menemui Joko Soegiarto Tjandra di The Exchange 106 di Kuala Lumpur, Malaysia.

“Terdakwa memperkenalkan diri sebagai jaksa dan memperkenalakan diri sebagai orang yang mampu mengurusi upaya hukum Joko Soegiarto Tjandra,” sambung jaksa. 

Dalam pertemuan, Pinangki menyodorkan rencana pengurusan fatwa MA Djoko Tjandra. menyetujui termasuk biaya yang diusulkan Pinangki.

“Joko Soegiarto Tjandra meminta terdakwa untuk mempersiapkan dan membuat action plan terlebih dahulu dan membuat surat ke Kejaksaan Agung menanyakan status hukum Joko Soegiarto Tjandra.  Terdakwa secara lisan menyampaikan bahwa terdakwa akan mengajukan prpopsal berupa action plan yang isinya menawarkan rencana tindakan dan biaya untuk mengurus fatwa MA melalui Kejksaan Agung sebesar USD 100 juta,” papar jaksa.

Saat itu, Djoko Tjandra menolak angka yang disodorkan Pinangki. Djoko Tjandra disebut jaksa bersedia menyiapkan 10 juta dilar AS yang akan dimasukkan dalam Action Plan.

Action Plan ini digodok dan diserahkan Pinangki ke Djoko Tjandra pada 25 November 2019. Pinangki bersama Andi Irfan Jaya menjelaskan action plan  yang diajukan dalam pengurusan fatwa MA melalui Kejagung.

Sebagai realisasi dari janji dan persetujuan Djoko Tjandra, Djoko mengontak adik iparnya Herriyadi Angga Kusuma (almarhum) agar memberikan uang 500 ribu dolar AS ke Andi Irfan Jaya untuk diserahkan ke Pinangki dengan uang 100 ribu dolar AS diberikan ke Anita Kolopaking.

Setelah uang diterima, Pinangki mengontak Anita Kolopaking dan memberikan uang 50 ribu dolar AS. Anita menurut jaksa beralasan baru menerima 150 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra. 

Namun jaksa menyebut Action Plan ini tidak terlaksana. Djoko Tjandra disebut jaksa membatalkan action plan pada Desember 2019 dengan memberikan catatan pada kolom notes action plan dengan tulisan ‘No’.

Pinangki dalam dakwaan ketiga ini didakwa dengan Pasal 15 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 15 jo Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Siapa jaksa Pinangki sebenarnya?

Untuk pembaca budiman yang ingin lebih tahu siapa Jaksa Pinangki Sirna Malasari, bahkan sebelum kasus Djoko Tjandra, silakan klik tautan berikut. Tim riset VOI sudah merangkum sepak terjang Jaksa Pinangki yang pernah bikin kagum pengacara Hotman Paris