Jaksa Pinangki Bantah Bermufakat Jahat dengan Joko Tjandra, Kejagung Tegaskan Pegang Bukti
Jaksa PInangki Sirna Malasari (Antara Foto)

Bagikan:

JAKARTA -  Kejaksaan Agung (Kejagung) menanggapi pernyataan terdakwa jaksa Pinangki Sirna Malasari yang membantah terlibat permufakatan jahat dan membuat action plan yang diajukan kepada Joko Tjandra untuk pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA). 

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Febrie Ardiansyah mengatakan, dalam proses penyidikan, Kejagung berpegang pada alat bukti. Hingga akhirnya, Pinangki ditetapkan sebagai tersangka.

"Saya bilang tadi, terdakwa pasti mungkin bisa saja ngomong begitu, tapi alat bukti kita tahu bahwa yang bawa (action plan) Pinangki di sana," kata Febrie kepada wartawan, Kamis, 1 Oktober.

Febrie menyebut  bantahan jaksa Pinangki dalam persidangan akan dibuktikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pembuktian yang dimaksud yakni penjabaran alat bukti dalam persidangan. 

"Kan kita pegang di situ (alat bukti). Yang jelas kita keyakinan yang kita sangkakan alat bukti kita sudah kuat," kata dia.

Jaksa Pinangki Sirna Malasari sebelumnya membantah dakwaan soal permufakatan jahat penyiapan uang untuk pejabat Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung terkait pengurusan fatwa demi Joko Tjandra. Pengacara menyebut dakwaan ini tak berdasarkan alat bukti. 

"Penyidik menetapkan tersangka permufakatan jahat untuk memberi hadiah atau janji tanpa alat bukti yang cukup,"  ujar Kresna dalam sidang lanjutan jaksa Pinangki.

Pinangki didakwa bermufakat jahat dengan Joko Tjandra dan Andi Irfan untuk memberikan uang kepada pejabat Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Mahkamah Agung (MA) senilai 10 juta dolar AS.

Padahal, rencana tersebut menurut pengacara Pinangki tidak pernah terjadi dikarenakan Joko Tjandra tak menyetujuinya. Selain itu, dalam berita acara pemeriksaan Joko Tjandra dan Andi Irfan Jaya tidak pernah menyebut perihal tersebut.

"Dalam berkas perkara tidak ada 1 saksi pun yang menerangkan adanya kesepakatan antara terdakwa, Andi Irfan Jaya dan Joko Soegiarto Tjandra untuk memberikan uang ke pejabat di Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung terkait dengan upaya mendapatkan Fatwa Mahkamah Agung," papar Kresna.

Adapun jaksa Pinangki didakwa dalam tiga perkara. Pertama, jaksa Pinangki didakwa menerima 500 ribu dolar AS sebagai uang muka (down payment) pengurusan fatwa Mahkamah Agung agar Djoko Tjandra bisa bebas dari hukuman pidana penjara terkait kasus pengalihan hak tagih Bank Bali.

Dakwaan kedua, jaksa Pinangki didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang. Menurut jaksa, Pinangki menerima 500 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra lewat Andi Irfan Jaya. Sebesar 50 ribu dolar AS diserahkan ke Anita Dewi Kolopaking seorang pengacara. Sisa uang 450 ribu dolar AS ini yang didakwa jaksa dilakukan pencucian uang. 

Sedangkan dakwaan ketiga, jaksa Pinangki didakwa bermufakat jahat bersama Andi Irfan Jaya dan Joko Tjandra untuk memberikan uang ke pejabat Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung. Jumlah uang yang dijanjikan dalam permufakatan jahat ini sebesar 10 juta dolar AS.