Jaksa Pinangki Ungkap Ketertarikan Bertemu Joko Tjandra di KL: Kalau Bisa Dieksekusi, Bagus Buat Kita
Jaksa Pinangki Sirna Malasari (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Jaksa Pinangki Sirna Malasari mengungkapkan alasan di balik ketertarikannya untuk bertemu Joko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia. Pinangki menyebut niat awalnya hanya agar Joko Tjandra bisa dieksekusi ketika masih berstatus buronan cessie Bank Bali.

Sedianya, Jaksa Pinangki dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan dugaan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) atas terdakwa Andi Irfan Jaya. 

"(Ketertarikan) Pasti ada majelis, kan saya jaksa kalau bisa diesksekusi bagus buat kita," ujar Pinangki dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu, 16 Desember.

Hakim Ketua Ignasius Eko Purwanto kembali bertanya kepada Pinangki soal apakah pertemuan dengan Joko Tjandra dilaporkan kepada atasan atau institusi Kejagung. Pinangki mengaku tak pernah melaporkannya.

"Saya tidak melapor," kata Pinangki.

Pinangki juga mengatakan, informasi keberadaan Joko Tjandra itu akan disampaikan oleh Anita Kolopaking. Sebab pada kesempatan sebelumnya, sudah ada kesepakatan antara Pinangki, Anita Kolopaking, dan Rahmat agar Tjoko Tjandra pulang ke Indonesia agar menjalani penahanan.

"Rencananya ibu Anita yang akan membuat laporan, untuk menyatakan bahwa akan meminta (Joko Tjandra) diksekusi," kata dia.

"Skema pada saat itu pada saat di hotel Grand Mahakam itu adlaah seperti keterangan Anita dan Rahmat dan dakwaan jaksa adalah Joko Tjandra ditahan dulu. Apa pun mekanisme setelah itu adalah blank projek," sambung dia.

Dalam perkara ini jaksa Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan, yaitu pertama dakwaan penerimaan suap sebesar 500.000 dolar AS (sekitar Rp7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra.

Kedua, dakwaan pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar 444.900 dolar atau sekitar Rp6.219.380.900,00 sebagai uang pemberian Djoko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA.

Ketiga, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai 10 juta dolar AS.