Bagikan:

JAKARTA - Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman yakin majelis hakim akan menjatuhkan hukuman berat terhadap mantan Menteri Sosial, Juliari Peter Batubara dalam kasus suap pengadaan bantuan sosial (bansos) COVID-19 di Jabodetabek.

Hal ini disampaikan Boyamin menanggapi sidang pembacaan putusan yang akan digelar Senin, 23 Agustus besok di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

"Sangat optimis (Juliari, red) dihukum berat bahkan di atas tuntutan jaksa 11 tahun," kata Boyamin kepada VOI, Minggu, 23 Agustus.

Dia bahkan memprediksi hakim akan memberikan hukuman antara 15 hingga 20 tahun penjara terhadap mantan politikus PDI Perjuangan tersebut. "Bahkan harapan saya seumur hidup," tegas Boyamin.

Adapun keyakinannya ini didasari karena majelis hakim yang menyidangkan Juliari adalah majelis hakim yang sama dalam persidangan kasus korupsi Jiwasraya dan Joko Tjandra.

Menurut Boyamin, pada persidangan tersebut, majelis hakim selalu memberikan vonis yang lebih berat dari tuntutan jaksa.

"Apalagi ini perkara bansos saat bencana. Maka saya yakin (putusan, red) akan di atas tuntutan jaksa. Karena kasus-kasus korupsi yang sebelumnya (diadili, red) tidak dalam keadaan bencana," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor akan membacakan putusan terhadap Juliari besok pada pukul 10.00 WIB dan ditayangkan melalui YouTube.

Adapun dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut Juliari 11 tahun penjara dalam kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) COVID-19. Tuntutan ini diajukan karena ia dinilai terbukti menerima suap sebesar Rp32,4 miliar dari 10 perusahaan penyedia bansos sembako.

Tak hanya itu, mantan Menteri Sosial ini juga dituntut dengan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 2 tahun penjara. Dia juga diharuskan membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp14,5 miliar sebagai hukuman tambahan.

Jika Juliari tak bisa membayar uang pengganti, nantinya harta kekayaan miliknya akan dilelang untuk membayarkan uang pengganti tersebut. Bila hasil lelang harta kekayaannya tak mencukupi, maka dia bisa dijatuhi hukuman tambahan selama dua tahun.

Berikutnya, mantan politikus PDI Perjuangan ini juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokok.

Dalam tuntutan itu, jaksa juga mempertimbangkan berbagai hal. Mulai dari hal yang meringankan hingga memberatkan. Untuk pertimbangan meringankan, Juliari belum pernah sekalipun dipidana.

Sementara pertimbangan memberatkan, Juliari dianggap tidak mendukung program pemerintah untuk menghilangkan tindak pidana korupsi, berbelit-belit, dan melakukan tindak rasuah di tengah pandemi COVID-19.