JAKARRTA - Mantan Kepala Biro Umum Kementerian Sosial Adi Wahyono menyebut para pejabat eselon I di Kemensos seharusnya dapat melakukan pencegahan terkait permintaan "fee" yang diminta eks Menteri Sosial Juliari Batubara, namun mereka tidak melakukannya karena takut menolak perintahnya.
"Ada ketakutan saat menerima perintah dari menteri sehingga melaporkan adanya perintah ke atasan saya yaitu Sekjen dan Dirjenjamsos dengan harapan agar pejabat eselon 1 dapat melakukan pencegahan, ternyata hal itu tidak dilakukan, mereka cenderung membiarkan dan justru takut pada menteri. Kalau mereka takut apalagi saya?" kata Adi saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dikutip Antara, Jumat, 20 Agustus.
Dalam perkara ini Adi Wahyono dituntut 7 tahun penjara ditambah denda Rp350 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti menjadi perantara penerima suap senilai Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos sembako COVID-19.
"Atau bahkan mereka ada pikiran untuk bersama-sama menikmati yang pada akhirnya benar dugaan saya. Mengapa sangat permisif? Saya pernah dievaluasi oleh Pak Menteri dengan cara marah-marah ke saya. Saat itu saya sangat marah dan jengkel, merasa terhina," ungkap Adi.
Adi Wahyono saat peristiwa pengadaan bansos terjadi merupakan pejabat eselon III, yaitu selaku Kabiro Umum sekaligus Plt Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako COVID-19 periode Oktober-Desember 2020.
Namun Adi mengaku ingin bertanggungjawab atas pekerjaan sehingga dia pun ingin menuntaskan pekerjaan bansos sembako COVID-19 tersebut.
"Menjelang tahap pertama berakhir, sekitar bulan Juni, saya dipanggil Dirjen Linjamsos bahwa proyek sudah selesai dan saya mendapatkan ucapan terima kasih, saya merasa lega dan menanyakan mundur tetapi ternyata proyek dilanjutkan kembali dan saya diminta melanjutkan atas arahan pak menteri pada waktu itu," tambah Adi.
Adi menyebut dirinya hanya menjadi salah seorang yang mendapatkan perintah untuk pengumpulkan "fee" sebesar Rp10 ribu per paket.
"Selain saya, tim teknis menteri atas nama Kukuh Ary Wibowo juga mendapatkan perintah itu. Bahkan pada awalnya saya juga mendapatkan perintah itu dari Kukuh. Pada awalnya, tanpa ada saya, perintah Mensos tetap ada karena Kukuh juga berkomunikasi secara intensif dengan pejabat pembuat komitmen Matheus Joko Santoso," jelas Adi.
Adi meyakini dia bukanlah eksekutor yang mengumpulkan uang, menyimpan, mencatat, maupun membuat laporan tertulis atas pengumpulan fee itu.
"Saya tidak terlibat pekerjaan itu sejak awal dari tahap perencanaan. Saya meneruskan desain program yang disusun sebelumnya. Saya tidak terlibat dalam penentuan jenis barang, kualitas barang, harga barang, 'goodybag' maupun transportasi," ungkap Adi.
Adi menyebut pekerjaan penyediaan bansos tersebut sangat menyita waktu dan konsentrasinya.
"Saya lebih banyak ke gudang-gudang, ke lapangan, ke RT/RW, sementara pada saat itu angka kepesertaan dan penyebaran COVID-19 masih sangat tinggi untuk menular ke saya. Ini tidak menyurutkan saya untuk memantau bansos," tambah Adi.
Terkait dengan kualitas bansos, Adi mengatakan tidak bisa digeneralisasi.
"Ada banyak barang 'branded' tapi apabila ada yang kurang dikenal di pasaran, saya pastikan barang-barang sudah ada izin edar dari BPOM. Ada kesulitan dapatkan barang 'branded', kapasitas pabrik dan jalur distribusi barang karena banyak institusi pemerintah pusat dan daerah yang mengadakan bansos dengan barang yang hampir sama sementara kapasitas distribusi pabrik dan distribusi sudah ditetapkan," jelas Adi.
Adi juga mengaku bukan penentu kuota bagi penyedia barang karena pembagian kuota sudah diberikan saat ia menangani pengadaan bansos sembako pada Mei-September 2020.
"Saya adalah korban dari desain proyek yang ditentukan oleh menteri dan pejabat lain. Saya tidak mendapatkan 'reward' atau kenaikan pangkat, atau jabatan, semata-mata tanggung jawab pengabdian dan 'performance' agar tidak terjadi 'chaos' di masyarakat, apabila proyek bansos itu gagal dan banyak permasalahan," kata Adi.
BACA JUGA:
Dalam perkara ini, Adi Wahyono bersama-sama dengan Matheus Joko Santoso selaku PPK bansos periode April-Oktober 2020 bersama-sama dengan Menteri Sosial 2019-2020 Juliari P Batubara terbukti menerima suap dari Harry Van Sidabukke sebesar Rp1,28 miliar, dari Ardian Iskandar Maddanatja sebesar Rp1,95 miliar dan dari penyedia bansos lainnya sebesar Rp29,252 miliar sehingga totalnya mencapai Rp32,482 miliar.
Tujuan pemberian suap itu adalah karena Juliari menunjuk PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude yang diwakili Harry Van Sidabukke, PT Tigapilar Agro Utama yang diwakili Ardian Iskandar serta beberapa penyedia barang lainnya menjadi penyedia dalam pengadaan bansos sembako.
Terkait perkara ini, Matheus Joko Santoso dituntut 8 tahun penjara dan Juliari Batubara dituntut 11 tahun penjara.