JAKARTA - Korea Utara dilaporkan mengeksekusi 20-30 pejabat bulan lalu, akibat kegagalan mengurangi dampak dari banjir dan tanah longsor yang menewaskan lebih dari 4.000 orang.
Para pejabat tersebut didakwa melakukan korupsi dan mengabaikan tugas, menurut laporan media Korea Selatan TV Chosun, seperti dikutip dari Independent 6 September.
Laporan berita Korea Utara menyebutkan, banjir dahsyat yang melanda Provinsi Chagang pada Bulan Juli lalu menyebabkan kerusakan luas di Kota Sinuiju dan Uiju di dekatnya, dengan lebih dari 4.100 rumah, 7.410 hektar lahan pertanian serta banyak jalan, bangunan, dan jalur kereta api yang terkena dampak. Itu juga menyebabkan lebih dari 15.000 orang mengungsi.
Pemimpin negara Kim Jong-un memerintahkan pihak berwenang untuk "menghukum keras" para pejabat yang bertanggung jawab, menurut laporan Kantor Berita Pusat Korea Utara.
Seorang pejabat yang tidak disebutkan namanya di Pemerintahan Pemimpin Kim mengatakan kepada TV Chosun, 20 hingga 30 pejabat di daerah yang dilanda banjir dieksekusi akhir bulan lalu. Laporan tersebut tidak dapat diverifikasi secara independen.
Mengutip The Guardian dari media Korea Selatan, pejabat yang dieksekusi kemungkinan termasuk Kang Pong-hun, yang sebelumnya menjabat sebagai sekretaris kepala komite Provinsi Chagang dari partai yang berkuasa, kata media Korea Selatan.
Kang dan pejabat senior lainnya, termasuk menteri keamanan publik saat itu, Ri Thae-sop, diberhentikan selama pertemuan politbiro pada akhir Juli, menurut Kantor Berita Pusat Korea yang dikelola pemerintah.
Terpisah, badan intelijen nasional Korea Selatan (NIS) mengatakan, mereka memantau dengan saksama tanda-tanda Pyongyang telah melaksanakan eksekusi, setelah Pemimpin Kim mengatakan dalam rapat darurat politbiro partai yang berkuasa, ia akan "menghukum dengan tegas" mereka yang bertanggung jawab atas kerusakan tersebut, lapor kantor berita Korea Selatan Yonhap.
Di sisi lain, Chosun melaporkan pada tahun 2019, Kim Hyok Chol, utusan nuklir Korea Utara untuk Amerika Serikat, telah dieksekusi karena ketidakmampuannya untuk mengamankan pertemuan puncak antara Pemimpin Kim dan Presiden AS ketika itu Donald Trump.
Belakangan terungkap, Kim Hyok Chol masih hidup dan sehat, demikian menurut CNN.
Korea Utara memiliki sejarah eksekusi publik, dengan rata-rata 10 eksekusi dilakukan setiap tahun sebelum pandemi Covid-19, menurut media Korea Selatan, The Korea Times.
Jumlah tersebut sejak saat itu meningkat menjadi sekitar 100 atau lebih, menurut media tersebut.
"Ekonomi Korea Utara yang tidak stabil, sanksi internasional, dan dampak bencana alam kemungkinan menjadi penyebabnya," kata Yang Moo-jin, presiden Universitas Studi Korea Utara di Seoul.
Cheong Seong-chang, direktur Departemen Studi Strategi Reunifikasi di Institut Sejong, mengatakan kepada Korea Times: "Eksekusi publik Korea Utara relatif sering terjadi. Eksekusi tersebut mencakup berbagai kasus, termasuk kejahatan keji, penyelundupan narkoba, dan, dalam kasus yang jarang terjadi, individu yang tertangkap memproduksi dan menjual konten terlarang, termasuk drama Korea Selatan."
Setelah banjir melanda, Pemimpin Kim menyatakan Pyongyang tidak akan menerima bantuan internasional apa pun, lapor Associated Press.
BACA JUGA:
Sebaliknya, ia meminta para pejabat untuk merelokasi ribuan penduduk yang mengungsi ke ibu kota Pyongyang, di mana mereka akan menerima perawatan dan dukungan yang lebih baik.
Sedangkan upaya pembangunan kembali diperkirakan akan memakan waktu sekitar dua hingga tiga bulan, di mana selama waktu tersebut pemerintah berencana untuk menampung hampir 15.400 orang yang rentan di berbagai fasilitas di Pyongyang.
Dikatakan, Korea Selatan sangat rentan terhadap bencana alam karena infrastrukturnya yang lemah. Negara itu sangat terhadap banjir, misalnya. Hujan badai pada musim panas 2012 menewaskan sekitar 169 orang. sementara serangkaian banjir dan kekeringan menjadi salah satu penyebab kelaparan yang menewaskan ratusan ribu orang antara tahun 1994 dan 1998.