Bagikan:

JAKARTA - Warga Palestina berkumpul di pusat-pusat medis di selatan Jalur Gaza pada Hari Kamis, agar anak-anaknya dapat menerima vaksin polio dalam kampanya vaksinasi tahap kedua.

Badan pengungsi Palestina PBB UNRWA mengatakan kampanye tersebut, yang berlangsung setelah Hamas dan Israel menyepakati jeda terbatas dalam pertempuran mereka, sejauh ini berhasil tetapi rumit.

Pada Hari Kamis, vaksinasi dimulai di Rafah dan Khan Younis di selatan Gaza, kedua wilayah yang telah dilanda perang dan telah menampung puluhan ribu orang yang telah melarikan diri dari wilayah lain.

Seorang pengungsi Palestina, Ikram Nasser, yang mengantre bersama putranya di tempat vaksinasi, mengatakan ancaman polio hanya meningkatkan ketakutan orang-orang.

"Kami hidup berdasarkan rasa takut, dari pengeboman, dari teror, dari kehancuran, dari luka-luka. Kami menambahkan rasa takut terhadap penyakit yang telah menyebar, seperti penyakit kulit, dari kurangnya kebersihan dan kepadatan penduduk," katanya, dilansir dari Reuters 6 September.

UNRWA mengatakan dalam sebuah pernyataan, kampanye vaksinasi telah dipindahkan ke wilayah selatan dengan tim yang sebagian besar berada di Khan Younis.

"Pada saat kritis ini, jeda wilayah harus dihormati untuk melindungi keluarga dan pekerja kemanusiaan," katanya.

Penerima akan mencakup orang-orang yang telah dipaksa oleh militer Israel untuk meninggalkan Rafah, dekat perbatasan dengan Mesir, tempat pasukan Israel telah beroperasi sejak Mei untuk memburu pejuang Hamas.

Belakangan pada Hari Kamis, Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan Israel menolak mengizinkan tim medis ke wilayah timur Jalan Salahuddin untuk memvaksinasi anak-anak yang tinggal di komunitas timur kota-kota selatan. Militer Israel mengatakan sedang memeriksa laporan tersebut.

Diketahui, pejabat kesehatan menargetkan untuk menjangkau 640.000 anak Gaza untuk vaksinasi polio dalam kampanye tersebut, yang diluncurkan setelah ditemukannya kasus bayi berusia satu tahun yang lumpuh sebagian.

Itu adalah kasus pertama penyakit tersebut yang diketahui di Gaza - salah satu tempat terpadat di dunia - dalam 25 tahun. Penyakit ini muncul kembali saat sistem kesehatan Gaza hampir runtuh dan banyak rumah sakit yang tidak beroperasi karena perang.