Dalami Suap Nurdin Abdullah, KPK Panggil Plt Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman
Ilustrasi (Foto: Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemanggilan terhadap Plt Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman. Dia dipanggil sebagai saksi untuk Nurdin Abdullah, mantan Gubernur Sulawesi Selatan yang jadi tersangka penerima suap proyek pembangunan infrastruktur.

“Andi Sudirman Sulaiman, Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, diperiksa sebagai saksi untuk tersangka NA (Nurdin Abdullah),” kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 23 Maret.

Selain memeriksa Andi dalam kapasitasnya sebagai Wagub Sulsel, KPK juga memanggil tiga saksi lainnya. Ketiganya adalah wiraswata, yaitu Andi Gunawan, Petrus Yalim, dan Thiawudy Wikarso.

Belum diketahui materi pemeriksaan yang akan ditanyakan kepada saksi dalam dugaan suap proyek infrastruktur di Sulawesi Selatan ini. Namun, mereka diduga mengetahui kasus tersebut.

Sebelumnya, Nurdin Abdullah ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.

Politikus PDIP ini ditetapkan tersangka bersama Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat. Sementara Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Dalam kasus ini, Nurdin Abdullah diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total Rp 5,4 miliar terkait proyek di lingkungan Pemprov Sulsel. Duit Rp2 miliar diberikan dari Agung melalui Edy. Suap itu diberikan agar Agung dapat kembali menggarap proyek di Sulsel untuk tahun anggaran 2021.

Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Agung dikenakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.