KPK Perpanjang Penahanan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah
Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah (ANTARA) (Pemprov Sulsel)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah. Perpanjangan penahanan tersangka suap dan gratifikasi proyek infrastruktu dilakukan sejak 19 Maret hingga 27 April.

"Tim Penyidik KPK memperpanjang penahanan tersangka NA dan kawan-kawan masing-masing selama 40 hari terhitung sejak tanggal 19 Maret 2021 sampai dengan 27 April 2021," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri lewat keterangan tertulisnya, Rabu, 17 Maret.

Selain memperpanjang penahanan Nurdin Abdullah, KPK juga menambah masa penahanan Seretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rachmat dan kontraktor, Agung Sucipto.

"Perpanjangan ini diperlukan oleh tim penyidik KPK untuk melakukan pengumpulan alat bukti guna melengkapi berkas perkara dimaksud," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, Nurdin Abdullah ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.

Politikus PDIP ini ditetapkan tersangka bersama Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat. Sementara Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Dalam kasus ini, Nurdin Abdullah diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total Rp 5,4 miliar terkait proyek di lingkungan Pemprov Sulsel. Duit Rp2 miliar diberikan dari Agung melalui Edy. Suap itu diberikan agar Agung dapat kembali menggarap proyek di Sulsel untuk tahun anggaran 2021. 

Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Agung dikenakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.