JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami aliran uang suap yang diterima oleh mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dari vendor penyedia bantuan sosial (bansos) COVID-19 di wilayah Jabodetabek.
Pendalaman ini dilakukan para penyidik dengan melakukan pemeriksaan terhadap enam orang saksi dari pihak swasta.
“Para saksi didalami pengetahuannya terkait dugaan aliran sejumlah uang kepada tersangka JPB (Juliari Peter Batubara) melalui tersangka MJS (Matheus Joko Santoso),” kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 18 Maret.
Saksi yang diperiksa adalah Edwin, David, Wempy, Budi Pranoto, Yogi, dan Samsul. Sementara untuk dua saksi lainnya, yaitu Eki dan Rento tidak hadir dan telah meminta penjadwalan lang kepada penyidik.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, Juliari Batubara ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan bansos pada Desember 2020. Kasus ini menjerat empat tersangka lain, yakni dua pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemensos Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso, serta pihak swasta Ardian IM dan Harry Sidabuke.
Dalam kasus ini, KPK menduga Juliari menerima Rp17 miliar dari dua periode pengadaan bansos sembako. Kasus ini terungkap bermula dari penangkapan Matheus lewat operasi tangkap tangan (OTT).
Atas perbuatannya, Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara, Matheus dan Adi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi suap, Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.