JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan pihaknya tidak merekomendasikan penggunaan vaksin COVID-19 merek AstraZeneca. Sebab, di beberapa negara terjadi kasus penggumpalan darah dari penerima vaksin tersebut.
Kepala BPOM Penny C. Lukito menyebut, saat ini pihaknya bersama dengan tim pakar KOMNAS Penilai Obat, KOMNAS PP KIPI dan ITAGI melakukan kajian lebih lanjut sejak diketahui isu keamanan vaksin AstraZeneca.
"Selama masih dalam proses kajian, vaksin Covid-19 AstraZeneca direkomendasikan tidak digunakan," kata Penny dalam keterangannya, Rabu, 17 Maret.
Padahal, saat ini Indonesia telah menerima 1,1 juta dosis vaksin yang diperoleh melalui COVAX Facility, diproduksi di Korea Selatan. Namun, Penny mengklaim jenis vaksin AstraZeneca yang telah berada di Indonesai berbeda dengan vaksin yang memunculkan kasus pembekuan darah di sejumlah negara tersebut.
"Bets produk vaksin COVID-19 AstraZeneca yang telah masuk ke Indonesia tersebut berbeda dengan bets produk yang diduga menyebabkan pembekuan darah dan diproduksi di fasilitas produksi yang berbeda," ujarnya.
Walaupun vaksin COVID-19 AstraZeneca dengan nomor bets ABV5300, ABV3025 dan ABV2856 tidak masuk ke Indonesia, namun untuk kehati-hatian, Badan POM bersama dengan tim pakar KOMNAS Penilai Obat, KOMNAS PP KIPI dan ITAGI melakukan kajian lebih lanjut sejak diketahui isu keamanan tersebut.
BACA JUGA:
Diketahui sebelumnya, Kementerian Kesehatan menunda pendistribusian dari 1,1 juta vaksin AstraZeneca yang sudah tiba di Indonesia.
Namun, Juru bicara vaksinasi dari Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menyebut hal itu bukan semata-mata munculnya kasus penggumpalan darah dari penerima vaksin tersebut.
Lagipula, sekitar 11 negara yang telah mengambil keputusan hanya menunda sementara penyuntikan vaksin ini, bukan membatalkan pemberian vaksin AstraZeneca di negaranya.
"Beberapa negara menunda sementara sampai kemudian mendapatkan informasi yang lebih jelas baik itu dari Badan Pengawas Obat dan Makanan di negaranya, maupun badan kesehatan dunia, dalam hal ini WHO," ujar dia.
Menurutnya, alasan Kemenkes menunda pendistribusian AstraZeneca karena pemerintah mengedepankan prinsip kehati-hatian. Pemerintah masih menunggu kajian dari Badan POM dan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
"Kami mengikuti apa yang menjadi arahan dari BPOM. Kita tahu BPOM bersama ITAGI dan para ahli sedang melihat kembali apakah kriteria-kriteria penerima vaksin yang tadinya sudah dikeluarkan, yang ditujukan untuk penggunaan vaksin produksi Sinovac maupun Bio Farma, ini juga akan sama kriterianya dengan vaksin AstraZeneca," jelasnya.
Nadia menyebut asosiasi medis dari Eropa dan Badan POM Inggris telah memberi klarifikasi bahwa tidak ada hubungan antara terjadinya penggumpalan darah dengan penyuntikan vaksin AstraZeneca.
"Kalau kita melihat dari data yang ada saat ini sudah 17 juta orang mendapatkan vaksin astrazeneca. Di mana, kasus penggumpalan darah dilaporkan sebanyak 40 kasus. jadi sebenarnya kasusnya sangat kecil dan tidak ada hubungannya dengan vaksin AstraZeneca ini," pungkasnya.