Bagikan:

JAKARTA  - Mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo dituntut pidana penjara enam tahun dan denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan enam bulan dalam kasus pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Soetikno Soedarjo berupa pidana penjara selama enam tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan di rutan,” kata jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dilansir ANTARA, Kamis, 27 Juni.

Selain itu, Soetikno Soedarjo juga dituntut membayar uang pengganti sebesar 1.666.667,46 dolar Amerika Serikat (AS) dan 4.344.363,19 euro Uni Eropa.

Dengan ketentuan jika ia tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa untuk dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

“Jika terpidana tidak membayar atau belum mencukupi pembayaran uang pengganti, maka dipidana penjara selama tiga tahun,” kata jaksa.

Jaksa menyatakan pengusaha itu terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana sebagaimana Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Menurut jaksa, perbuatan Soetikno tidak mendukung pemerintah dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi, sehingga dipertimbangkan sebagai hal yang memberatkan.

“Terdakwa bersikap sopan selama persidangan, terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya, terdakwa juga menjadi tulang punggung keluarga,” sambung jaksa membacakan pertimbangan meringankan.

Dalam perkara ini, Soetikno dinilai terbukti bersekongkol dengan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dalam pengadaan pesawat di maskapai tersebut.

Emirsyah Satar, yang juga terdakwa dalam perkara ini, dinilai terbukti secara tanpa hak menyerahkan rencana pengadaan armada (fleet plan) PT Garuda Indonesia kepada Soetikno.

Rencana pengadaan armada yang sejatinya rahasia perusahaan tersebut kemudian diserahkan kepada pabrikan Bombardier.

Emirsyah dinilai terbukti mengubah rencana kebutuhan pengadaan pesawat dari 70 kursi menjadi 90 kursi, tanpa terlebih dahulu ditetapkan dalam rencana jangka panjang perusahaan.

Dia juga dinilai terbukti memerintahkan bawahannya untuk mengubah kriteria pemilihan dalam pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia tanpa persetujuan dari dewan direksi.

Emirsyah pun dinilai jaksa telah terbukti bersekongkol dengan Soetikno Soedarjo selaku penasihat komersial (commercial advisory) Bombardier dan Avions De Transport Regional (ATR) untuk memenangkan Bombardier dan ATR dalam pemilihan pengadaan pesawat pada PT Garuda Indonesia.

Padahal, pesawat jenis Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 tidak sesuai dengan konsep bisnis PT Garuda Indonesia yang menyediakan pelayanan penuh (full service).

Perbuatan para terdakwa, kata jaksa, mengakibatkan kerugian keuangan negara pada PT Garuda Indonesia dengan jumlah total 609.814.504 dolar AS.

Sebelumnya, Soetikno juga telah divonis dalam perkara berbeda. Pada 8 Mei 2020, ia divonis enam tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan karena terbukti menyuap Emirsyah Satar selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005—2014 serta melakukan pencucian uang.