Siapa Emirsyah Satar, Tersangka Korupsi di Garuda Indonesia yang Pernah Jadi Wadirut Danamon
Emirsyah Satar. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Nama mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar kembali muncul dan ramai diperbincangkan. Hal itu setelah Emir, sapaan akrabnya, ditetapkan lagi menjadi tersangka korupsi di tubuh maskapai pelat merah tersebut.

Sebelum menjadi tersangka, Kejaksaan Agung melakukan penyelidikan kasus dugaan korupsi penyewaan pesawat ATR 72-600 di PT Garuda Indonesia. Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut bahwa penyewaan pesawat ATR 72-600 dilakukan di era Emirsyah Satar.

Emirsyah sendiri sedang mendekam di Lapas Sukamiskin. Dia dihukum 8 tahun penjara lantaran terbukti menerima suap terkait pengadaan dan perawatan pesawat Garuda.

Lantas siapa sebenarnya sosok Emirsyah Satar? Pria kelahiran 28 Juni 1956 ini menamatkan pendidikan sarjananya di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI).

Di awal kariernya, Emirsyah merupakan auditor di kantor akuntan Pricewaterhouse Coopers pada 1983. Emir memasuki dunia perbankan dengan menjadi Assistant of Vice President of Corporate Banking Group Citibank.

Kemudian pada 2003 - 2005 ia didapuk menjadi Wakil Direktur Utama PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Emir juga pernah menjabat sebagai Presiden Direktur PT Niaga Factoring Corporation.

Sebelum menjabat sebagai Direktur Utama di PT Garuda Indonesia, Emirsyah pernah menjabat sebagai Direktur Keuangan PT Garuda Indonesia pada 2003. Satar pun mulai mengemban jabatan Direktur Utama pada 22 Maret 2005 Pada 8 Desember 2014, Emirsyah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia.

Pengunduran diri Emirsyah lebih awal dari jadwal, lantaran jabatannya baru berakhir pada 22 Maret 2015.

Terjerat Kasus Pada 2017 silam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyidikan atas kasus korupsi di tubuh Garuda. Terdapat tiga orang yang dijerat KPK atas kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia dan pencucian uang.

Ketiga orang itu, yakni mantan Dirut PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar; pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) sekaligus Beneficial Owner Connaught International Pte ltd Soetikno Soedarjo; dan mantan Direktur Teknik PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno. KPK pun telah mengeksekusi Emirsyah ke Lapas Sukamiskin pada 3 Februari 2021 silam setelah kasasi yang diajukannya ditolak Mahkamah Agung (MA).

Emirsyah menjalani hukuman 8 tahun pidana penjara dikurangi masa tahanan sebagaimana putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang dikuatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI dan MA. Selain pidana badan selama 8 tahun, Emirsyah Satar juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan serta kewajiban membayar uang pengganti sejumlah 2.117.315,27 dolar Singapura selama 2 tahun.

Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Emirsyah terbukti menerima suap senilai Rp49,3 miliar dan pencucian uang senilai sekitar Rp 87,464 miliar. Emirsyah terbukti menerima suap dari Airbus SAS, Rolls-Royce PLC, Avions de Transport Regional (ATR), dan Bombardier Inc.

Untuk pemberian dari Airbus, Rolls-Royce, dan ATR diterima Emirsyah lewat Connaught International Pte Ltd dan PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo. Sedangkan dari Bombardier disebut melalui Hollingsworld Management International Ltd Hong Kong dan Summerville Pacific Inc.