Bagikan:

JAKARTA - Nama Direktur Garuda Indonesia periode 2005-2014 Emirsyah Satar kembali mencuat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat jenis ATR 72-600 di tubuh maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia.

Emirsyah Satar sendiri sebelumnya telah tersangkut kasus korupsi pengadaan pesawat dan mesin dari Airbus dan Rolls-Royce. Ia sudah menjadi pesakitan di Lapas Sukamiskin sejak Februari 2021 dan akan menjalani hukuman 8 tahun penjara usai dinyatakan bersalah.

Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung menerima laporan dugaan korupsi pengadaan pesawat ATR 72-600 dari Menteri BUMN Erick Thohir. Saat ini, laporan tersebut sudah masuk penyelidikan.

Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut bahwa penyewaan pesawat ATR 72-600 dilakukan di era kepemimpinan Emirsyah Satar.

"Untuk (pengadaan pesawat) ATR72-600 (terjadi) pada zaman ES dan dia sekarang sudah ada di tahanan," ucapnya, dalam konferensi pers di Kantor Kejaksaan Agung, Selasa, 11 Januari.

Burhanuddin memastikan bahwa laporan dugaan korupsi pengadaan pesawat ATR 72-600 tersebut akan dikembangkan sampai ke akar permasalahan. Ia juga berjanji menuntaskannya hingga Garuda benar-benar bersih.

"Kalau pengembangan pasti dan Insyaallah tidak akan berhenti di sini, akan kita kembangkan sampai benar-benar Garuda ini bersih," katanya.

Berdasarkan hasil penyelidikan sementara, Kejaksaan Agung mensinyalir adanya dugaan mark up penyewaan pesawat Garuda yang mengakibatkan kerugian keuangan negara. Dugaan tersebut didasarkan pada Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2009-2014.

Garuda diketahui berencana melakukan pengadaan penambahan pesawat sebanyak 64 unit. Penambahan pesawat tersebut dilakukan baik dengan menggunakan skema pembelian (financial lease) dan sewa (operational lease buy back) melalui pihak lessor.

Emiten berkode saham GIAA ini akan membayar kepada pihak lessor melalui skema pembayaran secara bertahap dengan memperhitungkan waktu pengiriman terhadap inflasi.

Kemudian dalam realisasinya, RJPP terlaksana dengan menghadirkan beberapa jenis pesawat yakni ATR 72-600 sebanyak 50 unit. Rinciannya pembelian 5 unit dan penyewaan 45 unit. Lalu, pesawat CRJ 1000 sebanyak 18 unit,  terdiri atas pembelian 6 unit dan penyewaan 8 unit.

Terjerat kasus Airbus dan Rolls-Royce

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyidikan atas kasus korupsi di tubuh maskapai Garuda Indonesia, pada tahun 2017 silam. Terdapat tiga orang yang dijerat KPK atas kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat, dan pencucian uang.

Adapun ketiga orang tersebut yakni mantan Dirut PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar; pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) sekaligus Beneficial Owner Connaught International Pte ltd Soetikno Soedarjo; dan mantan Direktur Teknik PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno.

KPK pun telah mengeksekusi Emirsyah Satar ke Lapas Sukamiskin pada 3 Februari 2021, setelah kasasi yang diajukannya ditolak oleh Mahkamah Agung (MA). Ia divonis menjalani hukuman 8 tahun kurungan penjara.

Selain pidana penjara selama 8 tahun, Emirsyah Satar juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan.

Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Emirsyah Satar terbukti menerima suap senilai Rp49,3 miliar dan pencurian uang senilai sekitar Rp87,464 miliar. Ia terbukti menerima suap dari Airbus S.A.S, Rolls-Royce PLC, Avions de Transport Regional (ATR), dan Bombardier Inc.