Rizieq Shihab <i>Walkout</i> di Depan Hakim, Bagaimana Konsekuensi Hukumnya?
Tangkapan layar jalannya sidang Rizieq Shihab yang digelar virtual

Bagikan:

JAKARTA - Rizieq Shihab walkout alias meninggalkan ruangan di Bareskrim Polri saat persidangan perkara tes usap RS UMMI Bogor tetap dilanjutkan terima jika persidangan itu digelar secara online.

Lantas, bagiamana konsekuensi hukum terhadap Rizieq Shihab dengan aksi walkout-nya tersebut?

Semua bermula ketika majelis hakim membuka persidangan tersebut. Kemudian, Rizieq Shihab dan tim pengacaranya meminta agar sidang online diubah menjadi offline. Intinya, Rizieq minta untuk dihadirkan dalam persidangan.

Majelis hakim sempat berdiskusi untuk memutuskan permintaan tersebut. Hingga akhirnya, hakim ketua Khadwanto menolak permintaan tersebut.

"Jadi terkait permohonan sudah kami jawab langsung," ucap Khadwanto dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa, 16 Maret.

Tapi, Rizieq Shihab saat itu langsung interupsi. Dia menyebut sudah menyampaikan keinginan hadir dalam sidang sejak jauh hari melalui surat. Dan surat itu, Rizieq Shihab meyakini sudah diterima oleh PN Jakarta Timur.

"Jadi surat itu sudah saya sampaikan langsung ke majelis hakim. Dan kami punya tanda terima sudah dikirim ke MA dan KY," kata Rizieq.

"Majelis hakim belum melihat berkas itu," hakim menjawab.

Mendengar itu, Rizieq kembali membuat pernyataan. Dia tetap ingin hadir secara langsung dalam persidangan.

"Maaf beribu maaf, karena saya sudah dipenjara 3 bulan. Saya ingin pengadilan ini fair. saya ingin mendapatkan hak saya dan kebebasan saya untuk hadir dalam sidang," Rizieq Shihab menimpali.

"Kalau dipaksakan sidang online saya menyatakan diri tidak mengikuti sidang, saya keluar,” sambung Rizieq.

Hingga akhirnya, Rizieq Shihab menyatakan keluar dari ruangan di Bareskrim Polri menolak sidang virtual. Bahkan, senpat terdengar teriakan dari Rizieq Shihab.

“Ini urusan hukum, jangan maksa. Ini hak saya,” kata Rizieq.

Sementara, majelis hakim merasa heran karena Rizieq Shihab meninggalkan ruangan tanpa izin. Seharusnya, ada petugas dari penuntut umum yang mengawasinya.

“Sudah ada manajemen persidangan, tidak boleh terdakwa meninggalkan kursi ruang sidang tanpa izin majelis. Ya kalau terdakwa tanpa izin seenaknya keluar ya enggak pernah ada sidang berjalan.Tidak boleh seperti itu,” kata Khadwanto.

Rizieq Shihab bersama pengacara dari awal sidang dibuka sudah menolak sidang virtual. Rizieq Shihab mengikuti persidangan dari Bareskrim Polri. Sementara hakim, jaksa dan pengacara berada di PN Jaktim. 

“Mengapa terdakwa tidak berada di tempat? Tolong dijawab kan sama saja sama sidang di sini. Memang boleh dia pergi? Enggak boleh, loh ini kok pergi. Jadi ini harus dipahami, analogi sama saja sidang ini,” kata hakim.

Di sisi lain, konsekuensi hukum terhadap Rizieq Shihab dengan aksi walkout-nya itu bisa tercermin dalam persoalan serupa, yakni persidangan I Gede Ari Astina alias Jerinx.

Jerinx juga walkout dalam sidang perdana kasus ujaran kebencian 'IDI kacung WHO'.

Meski pada akhirnya, majelis hakim mengabulkan permintaannya untuk dihadirkan secara langsung tapi, anggota majelis hakim I Made Pasek menilai aksi walkout Jerinx akan jadi alasan pemberatan pidana. Aksi itu dianggap mencederai lembaga peradilan (contempt of court).

"Terdakwa sempat meninggalkan ruang sidang sebagai protes atas persidangan yang dilakukan secara online, di mana tindakan itu tidak semestinya dilakukan karena mencederai kewibawaan pengadilan dan perbuatan terdakwa dilakukan secara berlanjut," kata Made Pasek.

Ada beberapa situasi umum yang biasa terjadi terkait walkout persidangan. Biasanya walkout dilakukan saksi, kuasa hukum, atau bahkan hakim. Setiap aksi itu memiliki konsekuensi dan perspektif hukum berbeda. Dalam kasus Rizieq Shihab dan Jerinx, aksi walkout dilakukan pihak terdakwa.

Seperti yang dikatakan hakim persidangan Jerinx, ada konsekuensi dari aksi walkout oleh pihak terdakwa. Selain pemberatan hukuman, walkout bisa menimbulkan kerugian hukum. Misalnya, hilangnya kesempatan untuk penggalian fakta dan kebenaran persidangan. Padahal penggalian fakta persidangan sangat dibutuhkan untuk menentukan strategi pembelaan.

Terkait pemberatan hukuman akibat walkout, pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar membenarkan perspektif itu sebagai kewenangan hakim. Namun ia juga menegaskan bahwa hakim pun harus memiliki kesadaran soal situasi hukum yang terjadi sepenuhnya.

"Itu soal kewenangan hakim. Tetapi hak membela diri dengan kejelasan komunikasi itu adalah hak atas keadilan. Jadi apa susahnya dihadirkan?" kata dia.