Bagikan:

JAKARTA - Anggota Fraksi PPP DPR RI, Nurhayati Monoarfa mengaku pihaknya tidak sanggup jika mengikuti pelaksanaan hari pemungutan suara Pilkada Serentak 2024 tanggal 11 November. Tanggal ini diusulkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Pencoblosan Pilkada Serentak 2024 sebaiknya tidak diadakan pada bulan November 2024. Jika diadakan pada November 2024, maka kebutuhan adanya jarak waktu yang layak tersebut tidak bisa kita penuhi," kata Nurhayati dalam keterangannya, Selasa, 16 Maret.

Pemerintah dan DPR sepakat melaksanakan pemilu (pemilihan presiden dan pemilihan legislatif) serta pemilihan kepala daerah (pilkada) di tahun yang sama, yakni 2024.

Semestinya, menurut Nurhayati, harus ada jarak waktu yang lebih longgar dari pelantikan Anggota DPR RI, DPD RI, dan DPRD provinsi, kabupaten/kota, pelantikan presiden dan wakil presiden, hingga pelantikan jajaan menteri kabinet baru.

Oleh sebab itu, Anggota Komisi II DPR RI ini menyarankan agar Pilkada Serentak 2024 digelar pada tanggal 11 Desember 2024.

"Kami usulkan agar pencoblosan untuk Pilkada Serentak 2024 tersebut diadakan pada hari Rabu, 11 Desember 2024. Dengan demikian, masih ada jarak waktu 2 pekan untuk melakukan cooling down dan mempersiapkan dan mengkondisikan pengamanan Natal, 25 Desember 2024," ujarnya.

Sebelumnya, KPU memaparkan simulasi tahapan pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) presiden, DPR, DPD, dan DPRD serta pemilihan kepala daerah (pilkada) yang digelar secara serentak di tahun 2024.

KPU membagi dua waktu pelaksanaan pemilu dan pilkada. Lalu, ada dua tanggal yang disiapkan KPU dalam pelaksanaan pemilu dengan hari pemungutan suara, yakni tanggal 14 Februari atau tanggal 6 Maret. 

Plt Ketua KPU RI Ilham Saputra menyebut, pertimbangan KPU memutuskan dua opsi pemilu dengan agenda pilpres dan pileg di tanggal 14 Februari dan 6 Maret dengan melihat kondisi cuaca.

Kemudian, waktu pelaksanaan pilkada. KPU membuat simulasi pelaksanaan hari pemungutan suara pilkada pada tanggal 13 November 2024. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 2015 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2020.

Ilham menjelaskan, jeda delapan hingga sembilan bulan dari pelaksanaan pemilu dan pilkada di tahun 2024 dibuat karena partai politik perlu waktu yang cukup untuk menyiapkan syarat pencalonan kepala daerah.

"Tahapan pemilu mesti itu selesai ketika pencalonan pilkada dimulai, karena hasil pemilu jadi acuan bagi parpol dalam (melakukan) cara pencalonanya seperti jumlah kursi (di parlemen). Sehingga, acuannya tetap menggunakan hasil pemilu 2024," jelas Ilham.