JAKARTA - Kementerian Hukum dan HAM dengan DPR RI sepakat mengeluarkan RUU Pemilu dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas 2021.
Dalam draf RUU Pemilu yang sebelumnya disusun, penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) dinormalisasi pada 2022 dan 2024. Dengan terhapusnya pembahasan RUU Pemilu tahun ini, maka penyelenggaraan pilkada diserentakkan di 2024.
Lalu, apa itu berarti penyelenggaraan pilkada yang dinormalisasi menjadi mustahil? Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menyebut normalisasi pilkada masih ada peluang untuk dilakukan.
Sebab, dalam perubahan Prolegnas RUU 2020-2024, DPR memasukkan RUU tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang. Hal ini masuk dalam RUU nomor urut 160.
Kemudian, DPR juga memasukkan RUU tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Hal ini masuk dalam RUU nomor urut 129.
"Meskipun pembahasan RUU Pemilu yang menggabungkan pemilu dan pilkada dihapus dari polegnas pripritas 2021, tapi ruang untuk perubahan masih dibuka oleh daftar panjang RUU prolegnas 2020-2024. Hanya saja, perubahannya tidak di 2021, tetapi di 2022 dan seterusnya," kata Titi dalam tayangan Youtube Titi Anggraini, Selasa, 9 Maret.
Dengan demikian, ada ruang perubahan undang-undang Pilkada secara khusus parsial, walaupun RUU Pemilu tidak jadi dibahas.
"Peluang itu saya duga masih akan tetap dicoba. tetapi karena dia tidak menjadi prioritas 2021, berarti kan pembahasannya bisa jadi 2022 sampai 2024," ujar Titi.
BACA JUGA:
Namun, jika benar setelah 2021 DPR kembali membahas RUU Pemilu, ada kerugian yang akan terjadi. RUU akan dibahas dengan tergesa-gesa, mengingat penyelenggaraan pemilu serentak dilakukan pada 2024.
"Ini tentu sangat disayangkan kalau sampai pilihannya menjadi revisi yang tergesa-gesa dan mepet waktu. Banyak persoalan krusial teknis yang itu tidak bisa kalau hanya mengandalkan peraturan KPU pengaturannya, tetapi juga memerlukan pengaturan pada level undang-undang," jelas Titi.
"Jadi, apakah RUU Pemilu akan berakhir? Ternyata belum tentu. Tetapi juga ada tantangan akan dibahas mepet waktu dan mengulang drama lama RUU pemilu yang disahkan pada injury time," lanjutnya.
Sebelumnya, Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Atgas menuturkan, dengan penghapusan RUU Pemilu, DPR akan menggantikannya dengan RUU tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diusulkan oleh pemerintah.
"(RUU) Pemilu keluar, kemudian pemerintah mengusulkan RUU baru dan juga disepakati oleh fraksi-fraksi karena ini RUU tentang ketentuan umum perpajakan," kata Supratman di Kompleks Parlemen.
Supratman menyebut, alasan pemerintah dan DPR mengeluarkan RUU Pemilu dari Prolegnas Prioritas 2021 adalah kebutuhan dalam situasi pandemi. Ia menilai, RUU mengenai perpajakan lebih dibutuhkan.
"Mungkin karena ini butuh kita dalam situasi pandemi maka regulasi tentang perpajakan itu penting ya itu yang pandangan pemerintah," ungkap dia.