Bagikan:

JAKARTA - Israel Defense Forces (IDF) membela serangan mereka terhadap sekolah PBB yang dipenuhi pengungsi di Gaza, mengatakan ada militan Hamas di dalam ruang kelas sekolah itu.

IDF mengatakan serangan itu sebagai serangan berbasis intelijen yang tepat dengan menargetkan puluhan militan kelompok Hamas dan Jihad Islam.

Kamis malam, juru bicara IDF Laksamana Muda Daniel Hagari mengatakan intelijen Israel yakin, pejuang Hamas yang ikut serta dalam serangan 7 Oktober itu beroperasi dari dalam tiga ruang kelas sekolah Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) di Kamp Nuseirat, Gaza.

Laksda Hagari mengatakan, militer Israel telah mengidentifikasi sembilan orang yang diduga pejuang Hamas dan Jihad Islam yang menjadi sasaran serangan itu, melansir CNN 7 Juni.

Lebih lanjut ia mengatakan, IDF yakin ada "sekitar 30" pejuang Hamas dan Jihad Islam yang bersembunyi di dalam sekolah PBB, Namun, ia tidak memberikan bukti atau informasi lebih lanjut tentang bagaimana IDF sampai pada kesimpulan ini.

"Para teroris di dalam sekolah tersebut merencanakan lebih banyak serangan terhadap warga Israel, beberapa di antaranya akan segera terjadi. Kami menghentikan bom waktu yang terus berdetak," jelasnya.

Laksda Hagari mengatakan, pasukan Israel yang menggunakan pengawasan udara selama beberapa hari, telah menunda serangan terhadap sekolah tersebut dua kali karena mereka telah mengidentifikasi warga sipil di daerah tersebut.

"Kami melakukan serangan tersebut setelah intelijen dan pengawasan kami menunjukkan tidak ada wanita atau anak-anak di dalam kompleks Hamas di dalam ruang kelas tersebut," kata Hagari, menuduh Hamas melanggar hukum internasional.

Diberitakan sebelumnya, sedikitnya 40 orang tewas dalam serangan udara terhadap sekolah UNRWA (Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat) di Nuseirat, kata petugas medis di Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa.

Kepala UNRWA Philippe Lazzarini mengatakan, sekolah tersebut menampung 6.000 pengungsi ketika dihantam tanpa ada peringatan sebelumnya kepada UNRWA atau orang-orang yang tinggal di sana.

"Klaim bahwa kelompok bersenjata mungkin berada di dalam tempat penampungan sangat mengejutkan. Namun kami tidak dapat memverifikasi klaim ini," tulisnya di X.

Adapun Direktur Komunikasi UNRWA mengatakan kepada CNN, pihaknya tidak dapat mengonfirmasi laporan Israel bahwa para pejuang Hamas telah menggunakan sekolah tersebut sebagai markas.

"Kami mengingatkan semua pihak yang terlibat dalam konflik, sekolah dan tempat PBB lainnya tidak boleh digunakan untuk tujuan militer atau pertempuran," kata Juliette Touma Touma.

"Fasilitas PBB harus dilindungi setiap saat," tegasnya.

Touma menambahkan, lebih dari 170 bangunan UNRWA telah dihantam sejak 7 Oktober dan "mengakibatkan terbunuhnya lebih dari 450 pengungsi di fasilitas-fasilitas tersebut."