JAKARTA - Amerika Serikat menghubungi Israel terkait serangan terhadap sebuah sekolah di Gaza tengah, Palestina yang menewaskan sedikitnya 40 orang, termasuk 14 anak, menurut otoritas setempat, sedangkan Israel Defense Forces (IDF) mengklaim serangan itu berdasarkan hasil pengintaian dan telah melewati penundaan untuk menghindari jatuhnya korban wanita dan anak-anak.
Sekolah tersebut, yang dikelola oleh badan PBB untuk pengungsi Palestina, menampung orang-orang terlantar di kamp pengungsi Nuseirat pada saat insiden tersebut, kata kantor media pemerintah Gaza.
Israel hanya memberi tahu AS "pada dasarnya apa yang telah mereka katakan di depan umum," kata juru bicara Departemen Luar Negeri.
"Pada saat yang sama, kami telah melihat laporan di lapangan, kami telah melihat video dari lapangan, kami telah melihat klaim 14 anak tewas dalam serangan itu dan tentu saja ketika Anda melihat, jika itu akurat bahwa 14 anak tewas, mereka bukanlah teroris," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller dalam jumpa pers, melansir CNN 7 Juni.
Miller mengatakan, Pemerintah Israel akan merilis informasi lebih lanjut tentang serangan itu, dan bahwa "kami berharap mereka sepenuhnya transparan dalam membuat informasi itu menjadi publik."
Ketika ditanya apakah senjata AS digunakan dalam serangan itu, Miller mengatakan itu adalah pertanyaan untuk Pemerintah Israel. Menurut analisis CNN terhadap video dari tempat kejadian dan tinjauan oleh seorang ahli senjata peledak, amunisi buatan AS digunakan dalam serangan itu.
Miller mengatakan serangan terhadap sekolah itu tidak berarti melewati apa yang disebut "garis merah" Presiden Joe Biden untuk Israel, karena garis itu merujuk pada "operasi skala besar di Rafah," yang belum dilihat AS.
"Meskipun demikian, kami telah melihat serangan yang membahayakan warga sipil jauh sebelum presiden mengatakan itu, dan kami telah menjelaskan kepada pemerintah Israel bahwa kami berharap mereka melakukan segala yang mereka bisa untuk meminimalkan kerugian warga sipil," jelas Miller.
Diberitakan sebelumnya, juru bicara IDF Laksamana Muda Daniel Hagari mengatakan intelijen Israel yakin, pejuang Hamas yang ikut serta dalam serangan 7 Oktober itu beroperasi dari dalam tiga ruang kelas sekolah Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) di Kamp Nuseirat, Gaza.
Laksda Hagari mengatakan, militer Israel telah mengidentifikasi sembilan orang yang diduga pejuang Hamas dan Jihad Islam yang menjadi sasaran serangan itu.
Lebih lanjut ia mengatakan, IDF yakin ada "sekitar 30" pejuang Hamas dan Jihad Islam yang bersembunyi di dalam sekolah PBB, Namun, ia tidak memberikan bukti atau informasi lebih lanjut tentang bagaimana IDF sampai pada kesimpulan ini.
BACA JUGA:
"Para teroris di dalam sekolah tersebut merencanakan lebih banyak serangan terhadap warga Israel, beberapa di antaranya akan segera terjadi. Kami menghentikan bom waktu yang terus berdetak," kata Hagari.
Hagari mengatakan pasukan Israel, yang menggunakan pengawasan udara selama beberapa hari, telah menunda serangan terhadap sekolah tersebut dua kali karena mereka telah mengidentifikasi warga sipil di daerah tersebut.
"Kami melakukan serangan tersebut setelah intelijen dan pengawasan kami menunjukkan tidak ada wanita atau anak-anak di dalam kompleks Hamas di dalam ruang kelas tersebut," kata Hagari, menuduh Hamas melanggar hukum internasional.