Bagikan:

JAKARTA - Sekjen PBB Antonio Guterres mengutuk serangan udara mematikan terhadap sekolah badan bantuan kemanusiaan yang menewaskan puluhan orang di Gaza, sementara Amerika Serikat mengatakan bisa memahami serangan Israel terhadap Hamas namun ada hal yang pelru diperhatikan.

Sekolah tersebut, yang dikelola oleh badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), menampung orang-orang terlantar di kamp pengungsi Nuseirat pada saat insiden tersebut terjadi, kata kantor media pemerintah Gaza.

Di antara puluhan orang yang tewas dalam serangan sebelum fajar itu, dilaporkan 14 di antaranya adalah anak-anak, menurut Stéphane Dujarric, juru bicara Sekretaris Jenderal PBB.

"Sekretaris Jenderal menyerukan kepada semua pihak untuk menghormati dan melindungi warga sipil, dan memastikan kebutuhan dasar mereka terpenuhi, sesuai dengan hukum humaniter internasional,” kata Dujarric, melansir CNN 7 Juni.

"Dia mengulangi seruannya untuk gencatan senjata kemanusiaan segera dan pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera yang ditahan di Gaza," lanjutnya.

Sekjen Guterres "menggarisbawahi, wilayah PBB tidak dapat diganggu gugat, termasuk selama konflik bersenjata dan harus dilindungi oleh semua pihak setiap saat," ujar Dujarric.

Terpisah, Pemerintahan Amerika Serikat di bawah Presiden Joe Biden tidak memiliki "verifikasi independen tentang apa yang sebenarnya terjadi", tetapi sedang berbicara dengan Israel untuk "mencoba mendapatkan pemahaman yang lebih baik," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby.

gaza
Kehancuran di Gaza akibat serangan Israel. (Twitter/@UNRWA)

Kirby mengatakan, Israel memiliki "hak untuk menyerang Hamas" tetapi "cara mereka melakukannya penting."

"Mereka benar-benar memiliki hak untuk menyerang Hamas dan kita tahu Hamas berlindung di fasilitas sipil dan menggali terowongan di bawah rumah-rumah dan hal-hal semacam itu. Tetapi cara mereka melakukannya penting," kata Kirby.

"Kami jelas tidak ingin melihat korban sipil apa pun. Jadi semua ini baru dan segar dan kami berusaha untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin dari Israel," tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, sedikitnya 40 orang tewas, termasuk 14 di antaranya anak-anak, dalam serangan udara terhadap sekolah UNRWA (Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat) di Nuseirat.

Kepala UNRWA Philippe Lazzarini mengatakan, sekolah tersebut menampung 6.000 pengungsi ketika dihantam tanpa ada peringatan sebelumnya kepada UNRWA atau orang-orang yang tinggal di sana.

Di sisi lain, juru bicara IDF Laksamana Muda Daniel Hagari mengatakan intelijen Israel yakin, pejuang Hamas yang ikut serta dalam serangan 7 Oktober itu beroperasi dari dalam tiga ruang kelas sekolah Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) di Kamp Nuseirat, Gaza.

Laksda Hagari mengatakan, militer Israel telah mengidentifikasi sembilan orang yang diduga pejuang Hamas dan Jihad Islam yang menjadi sasaran serangan itu.

Lebih lanjut ia mengatakan, IDF yakin ada "sekitar 30" pejuang Hamas dan Jihad Islam yang bersembunyi di dalam sekolah PBB, Namun, ia tidak memberikan bukti atau informasi lebih lanjut tentang bagaimana IDF sampai pada kesimpulan ini.

"Para teroris di dalam sekolah tersebut merencanakan lebih banyak serangan terhadap warga Israel, beberapa di antaranya akan segera terjadi. Kami menghentikan bom waktu yang terus berdetak," kata Laksda Hagari.

Ia mengatakan, pasukan Israel yang menggunakan pengintaian udara selama beberapa hari, telah menunda serangan terhadap sekolah tersebut dua kali karena mereka telah mengidentifikasi warga sipil di daerah tersebut.

"Kami melakukan serangan tersebut setelah intelijen dan pengawasan kami menunjukkan tidak ada wanita atau anak-anak di dalam kompleks Hamas di dalam ruang kelas tersebut," kata Laksda Hagari, menuduh Hamas melanggar hukum internasional.