Tolak Rezim Militer, Belasan Diplomat Myanmar di Luar Negeri Dukung Aksi Unjuk Rasa Warga Myanmar
Unjuk rasa warga Myanmar menolak kudeta rezim militer. (Twitter/@David_Khaing_)

Bagikan:

JAKARTA - Satu per satu diplomat Myanmar di luar negeri mulai menunjukan penolakannya terhadap rezim militer, sekaligus menolak kudeta 1 Februari lalu.

Duta Besar Myanmar untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Tin Maung Aing, mengundurkan diri saat baru menjabat selama dua hari. Diplomat Myanmar di berbagai negara diketahui ikut mengundurkan diri.

Tin Maung Aing baru diangkat oleh rezim militer Myanmar, menggantikan Kywa Moe Tun yang dalam pidato di PBB pekan lalu menyatakan penolakan terhadap kudeta, mendukung Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dan Presiden U Win Myint.

Menyusul Tin Maung Aing, sejumlah diplomat lain menyatakan terganggu dan sedih dengan kondisi yang terjadi di Myanmar saat ini. Pilihan kekerasan yang menawaskan puluhan warga dan ratusan lainnya luka-luka, disayangkan para diplomat.

Para diplomat Myanmar di luar negeri mendesak agar rezim militer menghormati hasil Pemilu November 2020 dan mengembalikan kekuasaan negara kepada rakyat.

Di Amerika Serikat, diplomat senior U Aung Kyaw Naing yang menjadi konselor di Konsulat Jenderal Myanmar di Los Angeles, Amerika Serikat mengumumkan penolakannya terhadap militer dan bergabung dengan aksi pembangkangan sipil (CDM) mulai Jumat 5 Februari, melansir The Irrawaddy.

Sebelumnya, rekan Kyaw Naing di Konsulat Jenderal Myanmar di Los Angeles, Diplomat Mya Mya Kyi sudah terlebih dahulu menyatakan penolakannya terhadap rezim militer pada Hari Rabu, saat 38 pengunjuk rasa tewas akibat kebrutalan militer Myanmar.

Penolakan kudeta militer Myanmar juga dilakukan tiga diplomat Misi Tetap Myanmar untuk PBB di Jenewa, swiss. Ketiganya mengecam aksi kekerasan terhadap warga sipil dan aksi kudeta. Mereka akan mendukung aksi unjuk rasa tolak kudeta dengan bergabung dalam CDM.

Di Jerman, Diplmat Chaw Kalayar yang menjabat sebagai sekretaris ketiga Kedutaan Besar Myanmar di Berlin, Jerman, menyatakan menolak kudeta militer terhadap pemerintahan yang sah, serta menuntut pembebasan para tahanan, terutama Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dan Presiden Myanmar U Win Myint.

Semua diplomat mengatakan mereka menggunakan hak mereka untuk berekspresi damai dan bahwa mereka berdiri bersama dengan rakyat Myanmar. Namun, mereka menyatakan tidak akan mengundurkan diri dari posisi mereka.

Sebelumnya, sebanyak 100 diplomat Myanmar dari misi luar negeri di 19 negara juga ditarik pulang, termasuk dari Amerika Serikat, Inggris, Norwegia, China hingga Jepang.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.