Pengusaha Hanan Supangkat Dicegah ke Luar Negeri Terkait Dugaan Pencucian Uang SYL
Ilustrasi gedung KPK di Kuningan Persada Jakarta Selatan. (ANTARA-Fianda Sjofjan Rassat

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mencegah pengusaha Hanan Supangkat. Upaya paksa ini dilakukan terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.

“Benar, KPK sudah mengajukan tetap berada di dalam negeri salah satu pihak swasta terkait dengan TPPU tersangka SYL,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 19 Maret.

Ali mengatakan surat permintaan pencegahan itu sudah dikirimkan ke Ditjen Imigrasi. “Pencegahan untuk enam bulan pertama,” tegasnya.

Hanan disebut Ali masih berstatus sebagai saksi. Pencegahan ini berkaitan dengan penggeledahan di rumahnya yang berujung ditemukannya uang Rp15 miliar.

Ali berharap Hanan kooperatif memenuhi panggilan setelah dicegah ke luar negeri. Ia bakal diperiksa pada Rabu besok, 20 Maret.

“Yang bersangkutan agar kooperatif hadir sehingga menjelaskan apa yang dia ketahui terkait dengan dugaan TPPU tersangka SYL selaku Menteri Pertanian pada saat itu,” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, penyidik KPK menemukan uang belasan miliar rupiah di rumah Hanan yang merupakan bos PT Mulia Knitting Factory sekaligus mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI) saat melakukan penggeledahan pada Rabu, 6 Maret. Kemudian, ada juga beberapa dokumen yang berkaitan dengan kasus pencucian uang Syahrul ketika itu.

Hanan juga sudah pernah diperiksa oleh penyidik sebagai saksi pada Jumat, 1 Maret. Ketika itu, dia didalami soal komunikasi yang dilakukan dengan Syahrul Yasin Limpo dan proyek di Kementan.

Proses ini dilakukan setelah komisi antirasuah mengembangkan kasus pemerasan dan gratifikasi yang menjerat Syahrul Yasin Limpo. Dugaan tersebut sekarang sedang disidangkan.

Dalam kasus pemerasan dan gratifikasi, Syahrul didakwa melakukan pemerasan hingga Rp44,5 miliar dalam periode 2020-2023. Perbuatan ini dilakukannya bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta.

Uang ini kemudian digunakan untuk kepentingan istri dan keluarga Syahrul, kado undangan, Partai NasDem, acara keagamaan, charter pesawat hingga umrah dan berkurban. Kemudian, ia juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp40,6 M sejak Januari 2020 hingga Oktober 2023.