Nurdin Abdullah Jadi 'Pasien' KPK, Bung Hatta Award Evaluasi Penghargaan Antikorupsi
Nurdin Abdullah (Instagram/@nurdin_abdullah)

Bagikan:

JAKARTA - Pengurus Perkumpulan Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) mengaku kaget dan menyesalkan penetapan Gubernur Sulawesi Selatan non-aktif Nurdin Abdullah sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selanjutnya, pihak BHACA akan meninjau ulang penghargaan diberikan kepada Nurdin saat menjabat sebagai Bupati Bantaeng pada 2017 lalu.

"P-BHACA sangat terkejut dan menyesalkan perkembangan yang terjadi. Apabila di kemudian hari terbukti telah terjadi penyelewengan/pengkhianatan terhadap nilai-nilai tersebut di atas, maka kebijakan P-BHACA adalah me-review kembali penganugerahan tersebut," kata Ketua Dewan Pengurus P-BHACA, Shanti L. Poesposoetjipto dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 2 Maret. 

Dia lantas menjelaskan, Nurdin merupakan penerima penghargaan ketika menjabat sebagai Bupati Bantaeng selama dua periode mulai 2008 hingga 2018. Dia dinilai telah menumbuhkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, dan memberantas korupsi.

"Melalui seleksi yang ketat, di mana penerima award dipilih melalui proses yang amat seksama dan hati-hati oleh dewan juri yang independen pada tahun 2017, Nurdin Abdullah sebagai Bupati Bantaeng dinobatkan sebagai salah satu penerima penghargaan BHACA yang menjunjung tinggi nilai-nilai integritas dan kejujuran serta independensi," jelasnya.

Shanti mengatakan, P-BHACA akan terus mengikuti proses hukum yang sedang berlangsung. Selain itu, evaluasi lebih jauh dirasa perlu karena pencabutan penghargaan perlu ketelitian sama seperti saat penganugerahannya.

"Oleh sebab itu Dewan Pengurus P-BHACA akan mengevaluasi secara internal melalui proses due diligence yang berlaku di P-BHACA di mana penarikan kembali sebuah award memerlukan proses yang tidak kalah teliti," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Nurdin Abdullah ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.

Dia ditetapkan sebagai tersangka bersama Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat. Sementara Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Dalam kasus ini, Nurdin sebagai Gubernur Sulawesi Selatan diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total Rp 5,4 miliar terkait proyek di lingkungan Pemprov Sulsel. 

Selain itu, Nurdin diduga menerima suap sebesar Rp 2 miliar dari Agung melalui Edy. Suap itu diberikan agar Agung dapat kembali menggarap proyek di Sulsel untuk tahun anggaran 2021.