Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk menelusuri kasus lain, yang bisa saja menjerat Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah.

Hal ini perlu dilakukan karena mantan Wali Kota Bantaeng ini pernah disebut memanfaatkan kewenangannya, memberikan izin analisis dampak lingkungan (Amdal) terhadap 2 perusahaan pertambangan pasir.

"Nurdin pernah disebut-sebut memanfaatkan kewenangannya dalam memberikan Amdal terhadap 2 perusahaan pertambangan pasir, yaitu PT Banteng Laut Indonesia dan PT Nugraha Indonesia Timur. Nurdin diduga menekan bawahannya agar perusahaan tersebut mudah mendapatkan Amdal," kata peneliti ICW Egi Primayogha dalam keterangan tertulisnya, Senin, 1 Maret.

Tak hanya itu, kasus ini juga menunjukkan pentingnya pengawasan terhadap proyek pembangunan infrastruktur secara keseluruhan.

Sebab, hal ini dapat berimbas munculnya praktik korupsi yang lebih luas, bagi-bagi konsesi hingga imbasnya kepada masyarakat yang ada di sekitar proyek infrastruktur.

Selain itu, penetapan Nurdin sebagai tersangka juga harusnya jadi pintu masuk bagi KPK untuk menelusuri sejumlah hal seperti penelusuran aliran dana dari uang suap yang diterima oleh kader PDI Perjuangan tersebut.

"KPK perlu menelusuri hal tersebut untuk membuktikan apakah ada pihak lain yang turut menikmati uang tersebut, baik individu, atau organisasi seperti partai politik. Jika terbukti, maka pihak-pihak tersebut patut untuk ikut dijerat," tegasnya.

Penelusuran terhadap pihak tertentu, termasuk partai, menjadi penting. Mengingat, biaya politik dalam kontestasi pemilu di Indonesia cenderung mahal dan membuat calon kepala daerah kerap menerima bantuan dari pengusaha.

Hal inilah yang menyebabkan adanya balas budi dari calon terpilih pada pengusaha dan menimbulkan praktik korupsi.

Lebih lanjut, Egi menyayangkan ditetapkannya Nurdin sebagai penerima suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur. Apalagi, dia selama ini dikenal sebagai figur yang bersih dan inovatif bahkan pernah mendapatkan penghargaan Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) saat menjabat sebagai Bupati Bantaeng dan predikat kepatuhan terhadap standar pelayanan publik dari Ombudsman RI.

"Namun dari kasus ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa pengawasan publik tidak sepatutnya melemah ketika terdapat sosok yang dikenal bersih dan inovatif menduduki posisi pejabat publik. Pejabat publik memiliki kewenangan yang besar sehingga potensi penyelewengan selalu terbuka lebar," ungkap pegiat antikorupsi ini.

Diberitakan sebelumnya, Nurdin Abdullah ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.

Nurdin ditetapkan tersangka bersama Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat. Sementara Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Nurdin diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total Rp 5,4 miliar terkait proyek di lingkungan Pemprov Sulsel.

Selain itu, Nurdin diduga menerima suap sebesar Rp 2 miliar dari Agung melalui Edy. Suap itu diberikan agar Agung dapat kembali menggarap proyek di Sulsel untuk tahun anggaran 2021.