Bagikan:

JAKARTA - Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang melegalkan investasi minuman beralkohol masih menuai pro dan kontra. Sebagian pihak menganggap Perpres tersebut diyakini dapat menggerakkan perekonomian daerah. Terutama wilayah yang dikunjungi banyak wisatawan mancanegara seperti Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara.

"Meskipun negara kita mayoritas Muslim tetapi ada daerah yang mayoritas non muslim dan ada daerah-daerah tersebut yang menyandarkan perekonomian mereka ke pariwisata mancanegara," ujar Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah dalam keterangannya, Selasa, 2 Maret.

Piter menilai, produksi minuman tersebut bisa memenuhi kebutuhan para turis asing juga membuka kesempatan berinvestasi, bukan untuk mengajak masyarakat di daerah tersebut untuk mengonsumsi alkohol.

"Isu minuman beralkohol sangat sensitif. Perpres ini jangan diartikan pemerintah mendukung masyarakat meminum alkohol," kata Piter.

Lagipula, kata dia, dijelaskan dalam persyaratan di huruf b penanaman modal diluar daerah yang disebutkan harus ditetapkan oleh Kepala BKPM berdasarkan usulan gubernur.

"Perpres ini membuka investasi minuman beralkohol tidak di seluruh Indonesia dan sifatnya bottom up. Investasi diizinkan apabila Gubernur sebagai pemimpin daerah mengajukan usulan," jelasnya.

Meski demikian, Piter mengusulkan adanya kebijakan lanjutan untuk mengendalikan konsumsi minuman beralkohol. Yaitu dengan pengenaan cukai atau melarang masyarakat secara langsung untuk minum minuman beralkohol.

Diketahui, Perpres No 10 Tahun 2021 itu hanya diberlakukan di empat provinsi atas pertimbangan budaya dan kearifan lokal, diantaranya Bali, Sulawesi Utara, NTT dan Papua.

Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan minuman Arak Bali, Brem Bali dan Tuak Bali menjadi usaha yang sah untuk diproduksi dan dikembangkan. Untuk itu, ia mengapresiasi diterbitkannya Perpres No 10 Tahun 2021 yang memperbolehkan industri miras sebagai bidang usaha terbuka.

Menurut Koster, Perpres tersebut memperkuat keberadaan Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali.

Koster menyebutkan, industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt sebagai bidang usaha terbuka untuk penanaman modal baru di Provinsi Bali juga merupakan respon atas upaya Gubernur Bali melalui Surat Gubernur Bali Nomor 530/2520/Ind/Disdagperin, tertanggal 24 April 2019.

Dalam surat tersebut berisi permohonan fasilitasi revisi untuk pembinaan industri minuman beralkohol tradisional di Bali untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan di Bali terkait Perpres Nomor 39 Tahun 2014.

"Terhadap permohonan Surat Gubernur Bali itu, Menteri Perindustrian RI melalui Dirjen Industri Agro merespons untuk memfasilitasi revisi Perpres Nomor 39 Tahun 2014 dan sambil menunggu perubahan Perpres mengusulkan pengaturan dalam produk hukum daerah guna menata minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali," jelas Koster, Senin, 1 Maret.