Bagikan:

JAKARTA - Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 yang membuka investasi industri minuman keras (miras) mengundang kritik publik. 

Selain kalangan keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), tokoh masyatakat di tiga dari empat daerah yang disebutkan dalam peraturan tersebut, yakni Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Papua juga menolak.

Hal ini disampaikan Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid dalam keterangan yang diterima VOI, Senin, 1 Maret. 

“Di Papua, anggota DPD dari Papua dan Kelompok Kerja Agama Majelis Rakyat Papua (MRP) juga sudah menyampaikan penolakannya, karena miras dinilai membahayakan eksistensi masyarakat Papua,"

"Kasat Serse Polwiltabes Manado juga menyampaikan miras jadi pemicu meningkatnya kriminalitas di Manado, Sulawesi Utara. Sementara di NTT juga ada laporan kejahatan adik yang karena mabuk miras malah tega bunuh kakak kandungnya sendiri,” ujar Hidayat. 

Karenanya, anggota Komisi VIII DPR yang membidangi urusan agama itu mengingatkan Presiden Joko Widodo agar meninjau ulang keberadaan Perpres yang ditandatanganinya tersebut.

Sebab, kata dia, posisi MRP sangat penting di mata masyarakat Papua dan dalam ketentuan UU Otonomi Khusus Papua. Di mana menjadi provinsi yang justru mempunyai Perda Larangan Minuman Beralkohol.

”Berdasarkan UU Otsus Papua, MRP adalah representasi kultural orang asli Papua, yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama,” jelas pria yang akrab disapa HNW itu.

Ditengah permasalahan bangsa yang masih menghadapi pandemi COVID-19, wakil ketua Majelis Syuro PKS Itu menilai, semestinya Perpres yang bisa menghadirkan kegaduhan semacam ini lebih baik ditutup dan kembali pada aturan sebelumnya. Yaitu menjadikan industri miras sebagai bidang investasi tertutup.

Diketahui, belum lama ini pemerintah telah menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI). Sebelumnya, industri minuman beralkohol merupakan bidang industri tertutup.

Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah diteken Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per 2 Februari 2021.

Aturan tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam Lampiran III Perpres Nomor 10 Tahun 2021 pada angka 31, 32, dan 33 ditetapkan bahwa bidang usaha industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt terbuka untuk penanaman modal baru di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan setempat.