Bagikan:

JAKARTA - Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tantang Bidang Usaha Penanaman Modal akhirnya bernafas lega setelah dilema kehadirannya ditolak atau diterima. 

Presiden resmi membatalkan aturan dalam Perpres yang menyebutkan investasi minuman keras dan beralkohol masuk dalam bidang usaha terbuka. Artinya industri miras dikembalikan sebagai bidang usaha persyaratan tertentu.

Lalu bagaimana perjalanan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 hingga aturannya dihapuskan?

Menuai Pro dan Kontra

Perbedaan pendapat sempat mewarnai kehadiran Perpres yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 2 Februari.

Anggota DPR Fraksi Partai Golkar Christina Aryani menilai, Perpres tersebut sejalan dengan semangat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang memberikan kemudahan berusaha dan peningkatan investasi.

"Ini sejalan dengan spirit UU Cipta Kerja yang memberikan kemudahan berinvestasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," ujar Christina dihubungi VOI, Senin, 1 Maret.

Namun, pandangan Golkar itu kontra dengan PKS, PAN, PKB dan PPP.

Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini, meminta Pemerintah menjaga nilai-nilai dasar negara dan konstitusi yang diterapkan dalam kebijakan diberbagai sektor, bukan malah merusaknya atas nama pragmatisme ekonomi. 

"Kami mengingatkan jangan sampai kebijakan negara kehilangan arah. Mungkin Pemerintah khilaf, dan menjadi kewajiban kami di Fraksi PKS untuk mengingatkan agar kebijakan ini dibatalkan," ujar Jazuli dalam keterangannya, Senin, 1 Maret.

Sementara Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, mendesak pemerintah segera mengkaji Perpres tersebut. Pasalnya, terdapat pasal-pasal yang sangat potensial menimbulkan polemik dan keresahan dimasyarakat.

"Harus di-review dan dikaji serius. Saya yakin betul bahwa manfaat dari investasi dalam bidang industri miras sangat sedikit. Sementara mudharatnya sudah pasti lebih banyak. Kalau perlu, perpres tersebut segera direvisi. Pasal-pasal tentang mirasnya harus dikeluarkan," ujar Saleh dalam keterangannya, Senin, 27 Februari. 

Dibatalkan Tepat Satu Bulan

Presiden Joko Widodo atau Jokowi melahirkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tantang Bidang Usaha Penanaman Modal terkait perizinan minuman keras yang ditandatangani pada 2 Februari. Di mana dalam lampiran III aturan tersebut industri miras masuk dalam bidang usaha terbuka. 

Namun tepat berumur satu bulan, Jokowi akhirnya mengakhiri dengan mencabut lampiran III Perpres yang mengatur Investasi baru Industri Minuman Keras mengandung Alkohol. 

"Bersama ini saya sampaikan, saya putuskan lampiran perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," ujar Jokowi dalam siaran YouTube, Selasa, 2 Maret.

Jokowi mengatakan perpres ini telah memancing banyak penolakan ditengah masyarakat sehingga setelah menerima masukan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan ormas-ormas lainnya.

Nasib Perpres, Diapresiasi setelah Dihujat

Pembatalan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tersebut disambut baik mayoritas pihak. Langkah Jokowi mencabut Perpres ini pun diapresiasi.

Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKB, Jazilul Fawaid angkat topi dengan langkah Presiden Joko Widodo yang memutuskan untuk mencabut lampiran tentang minuman keras dalam Perpres Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. 

Ia bersyukur Presiden mau mendengarkan dan mengabulkan masukan ulama dan umat. Dia berharap, tidak akan pernah lahir lagi kebijakan yang dapat mengancam kecerdasan dalam kehidupan berbangsa.

”Alhamdulillah. Salut untuk Presiden! Keputusan yang diambil ini berdasar kesadaran yang tinggi akan nasib generasi dan masa depan Indonesia,” ujar Jazilul dalam keterangannya, Selasa, 2 Maret.

Belajar dari kasus pencabutan Perpres ini, MPR berharap agar Pemerintah lebih berhati-hati dalam mengeluarkan peraturan. Serta memperhatikan aspirasi masyarakat dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan, terutama yang memberikan dampak negatif bagi masa depan Indonesia.

”Pemerintah harus jeli karena bukan tidak mungkin dalam kebijakan-kebijakan, ada ’titipan’ dari pihak-pihak tertentu," sarannya.

Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, menilai langkah Jokowi mencabut Perpres sudah lah tepat. Sebab investasi miras kurang relevan dalam kondisi sosial ekonomi Indonesia. 

"Jadi kalau Presiden masih menjalankan Perpres ya bertentangan dengan kebijakannya sendiri," kata Bhima.