JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya mencabut lampiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2020 yang menyangkut pembukaan izin investasi perusahaan minuman keras.
Keputusan Jokowi diapresiasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj menyebut, hukum syariat Islam sudah jelas menyatakan, minuman keras (khamr) adalah haram dan tidak ada toleransi menjadikannya halal.
Oleh sebab itu, Said Aqil tidak setuju jika pemerintah mengizinkan adanya perusahaan produksi minuman beralkohol di Indonesia.
"Kalau kita menyetujui sesuatu, berarti menyetujui dampaknya. Kalau kita menyetujui adanya industri khamr, berarti kita setuju bangsa menjadi teler semua,"
"Wong, enggak ada pabriknya saja (kondisi peredaran miras) sudah kayak gini," ucap Said dalam konferensi pers di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Selasa, 2 Maret.
Said Aqil mengucapkan terima kasih kepada Jokowi yang memberi respons cepat terhadap kritikan dari organisasi keagamaan seperti NU. Sehingga, membatalkan izin investasi miras tersebut.
"Namanya akhlak itu, kalau bisa membangun kemaslahatan bersama. Kalau sebagian orang mendapat kemaslahatan tapi yang lain dirugikan, itu namanya tidak berakhlak," ucap Said Aqil.
BACA JUGA:
Said juga mendorong pemerintah untuk melandaskan kebijakan investasinya pada kemaslahatan bersama, sekaligus berorientasi pada pembangunan yang tidak mengenyampingkan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
"Kami juga meminta kepada seluruh umat Islam, khususnya warga NU agar tetap menjaga kondusivitas dan tidak terprovokasi serta melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan secara konstitusional," jelasnya.
Sebelumnya, Jokowi membatalkan lampiran nomor 31, 32, 33, 45, dan 46 dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Perpres ini membuka keran investasi perusahaan minuman keras (miras) di sejumlah provinsi.
Jokowi mengatakan, keputusan membatalkan pembukaan investasi miras ini dilakukan setelah mendapat masukan dari sejumlah organsisasi dan tokoh agama yang menentang perpres tersebut.
"Setelah menerima masukan dari ulama-ulama, MUI, Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan ormas-ormas lainnya, serta tokoh-tokoh agama yang lain, dan juga masukan dari provinsi dan daerah, bersama ini saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," kata Jokowi.