JAKARTA - Gubernur Bali Wayan Koster menceritakan dampak dari pandemi COVID-19 begitu dahsyat bagi perekonomian Bali. Bahkan, dampak kali ini lebih dahsyat jika dibandingkan dengan keadaan perekonomian pada saat pasca tragedi Bom Bali I dan II.
"Dari pengalaman yang ada, (perekonomian) pernah terganggu karena terorisme, bom Bali I dan bom Bali II, kemudian erupsi gunung Agung, sebelumnya pernah juga terjadi SARS. Kejadian-kejadian ini tidak berlangsung lama, tidak dalam skala yang luas dan dampaknya tidak separah (pandemi COVID-19) sekarang ini," tutur Wayan Koster dalam diskusi virtual, Senin, 1 Maret.
Kata Wayan, dampak pandemi lebih dahsyat dari peristiwa besar di Bali karena wabah ini meluas di 216 negara termasuk negara-negara yang selama ini berkunjung ke Bali sebagai wisatawan. Periode waktunya sangat lama. Sehingga, otomatis pariwisata di Bali berhenti.
"Karena ada peraturan Menkumham yang melarang orang asing untuk berpergian berkunjung ke Negara Kesatuan Republik Indonesia sementara dan peraturan ini masih berlaku. Sehingga otomatis wisatawan mancanegara belum bisa berkunjung ke Bali dan juga Indonesia secara umum," ucapnya.
Sementara, kata Wayan, sudah sejak lama masyarakat Bali perekonomiannya sangat bergantung pada pariwisata. Bahkan, lebih dari 52 persen kontribusi pariwisata terhadap PDB Bali.
"Jadi pada saat pariwisata normal, maka perekonomian itu sangat baik. Jadi pertumbuhannya di atas rata-rata nasional," katanya.
BACA JUGA:
Akibat pandemi, kata Wayan, hotel-hotel kosong dan restoran sepi pengunjung. Kondisi ini berpengaruh terhadap perekonomian Bali. Sehingga untuk pertama kalinya dalam sejarah, pertumbuhan perekonomian Bali mengalami kontraksi yang paling dalam sampai mencapai 12 persen.
"Terendah selama ini di Bali dan terendah juga dalam tahun 2020 antar daerah di Indonesia. Ini suka duka Bali sebagai destinasi wisata," ucapnya.
Wayan juga mengatakan, pandemi tidak saja berdampak pada pariwisata tetapi juga pada sektor-sektor lain yang merupakan turunan daripada pariwisata yaitu berkaitan dengan penyerapan terhadap produk-produk lokal.
"Kerajinan rakyat maupun juga hasil pertanian itu menjadi tidak dapat diserap secara optimal karena hotel dan restoran itu masih sangat minim (pengunjung)," tuturnya.