JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di periode kuartal II turun atau minus 8,22 persen dibandingkan tahun lalu.
Menanggapi hal ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut bahwa sejak awal Jakarta diperkirakan akan mengalami penurunan kondisi perekonomian yang lebih dalam dibanding ekonomi nasional.
Anies bilang, penurunan pertumbuhan ekonomi diakibatkan pandemi COVID-19 yang melanda hampir seluruh dunia. Krisis kesehatan dan penanganannya memberi dampak kepada ekonomi.
"Kita memang sedang menghadapi tantangan besar, insyaallah, tidak jadi berat. Sebabnya adalah krisis kesehatan, dampaknya adalah krisis ekonomi," kata Anies dalam akun Instagramnya, Rabu, 5 Agustus.
Oleh sebab itu, kata Anies, masyarakat harus disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan agar kaksus COVID-19 bisa dikendalikan. Sehingga, pertumbuhan ekonomi di DKI akan berjalan baik.
"Kita bagi tugas. Rakyat jalankan 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak) kapan pun, saling mengingatkan untuk disiplin," ungkap Anies.
Lalu Pemprov kerjakan 3T (testing, tracing, treatment), serta peningkatan kapasitas Rumah Sakit (RS) dan penegakan aturan pembatasan sosial, juga perlindungan sosial bagi mereka yang paling rentan," tambahnya.
Lebih lanjut, BPS juga pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II/2020 terkontraksi atau minus 5,32 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Angka ini naik memburuk dari kuartal I/2020 yang mencapai 2,97 persen dan kuartal II/2019 sebesar 5,05 persen.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berdasarkan harga konstan pada kuartal II/2020 sebesar Rp2.589,6 triliun.
"Maka perekonomian Indonesia kuartal II/2020 yoy dibandingkan kuartal II/2019 kontraksi 5,32 persen. Kalau kita bandingkan dengan kuartal I/2020 q-to-q, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi minus 4,19 persen," kata Suhariyanto.
Sementara itu, lanjut dia, secara kumulatif semester I/2020 terhadap periode yang sama tahun lalu, mengalami kontraksi sebesar 1,26 persen.
Suhariyanto menjelaskan, kontraksi sebesar 5,32 persen itu merupakan yang terendah sejak kuartal I tahun 1999. Ketika itu, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar 6,13 persen.
Pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020 ini juga yang terburuk sejak krisis 1998. Waktu itu pertumbuhan Indonesia minus 16,5 persen sepanjang 1998. Sementara itu pada kuartal II/2008 lalu, saat krisis finansial global melanda, Indonesia masih sanggup tumbuh 2,4 persen. Lalu secara keseluruhan sepanjang tahun pada krisis 2008, ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 6,1 persen.