Singapura Alami Resesi, Ekonom CORE: Indonesia Juga Sudah di Depan Mata
Ilustrasi. (Angga Nugraha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Perekonomian Singapura kembali mengalami pertumbuhan negatif dengan mencatatkan angka minus 12,6 persen (year on year/yoy) pada kuartal II 2020. Hal ini sekaligus sebagai pertanda Singapura telah memasuki resesi ekonomi karena pertumbuhan ekonominya minus dalam dua kuartal terakhir.

Ekonom sekaligus Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah berpendapat, resesi yang terjadi di Singapura sekaligus pertanda bahwa Indonesia juga sudah dibayangi resesi. Di masa krisis akibat pandemi COVID-19, resesi ekonomi menjadi sesuatu yang tak terelakkan.

"Sebenarnya (resesi) kita sudah di depan mata," katanya, dalam Webinar CORE Economic Forum bertajuk Langkah Penting Perbankan dalam Mendorong Bisnis UMKM di Masa Pandemi, Jakarta, Rabu, 15 Juli.

Piter menjelaskan, resesi ekonomi merupakan hal yang wajar dialami oleh negara di dunia di tengah pandemi COVID-19. Terutama negara-negara yang sangat bergantung kepada ekspor seperti Singapura. Karenanya, perlambatan ekonomi dunia langsung berdampak ke perekonomian mereka.

Sementara itu, perekonomian Indonesia lebih bergantung kepada konsumsi rumah tangga. Piter menilai, selama pandemi, konsumsi mengalami penurunan tetapi tidak terlalu besar.

"Karena konsumsi khususnya barang primer masih tetap ada. Sehingga perekonomian walaupun terkontraksi tidak akan sangat dalam seperti Singapura," ucapnya.

Piter menilai, masih ada cara untuk Indonesia mengatasi resesi ekonomi. Salah satunya dengan memastikan dunia usaha dan sektor keuangan Tanah Air tetap dalam kondisi baik.

"Resesi sesuatu yang tidak terelakkan, tetapi selama kita bisa pertahankan dunia usaha dan sektor riil maka kita harap dunia usaha dan sektor keuangan bisa recovery dengan cepat," jelasnya.

Menurut Piter, perekonomian Indonesia telah mengalami kondisi perlambatan yang sangat signifikan. Namun, tidak untuk kuartal I 2020 karena belum terlalu ekstrem penurunannya.

"Tapi nanti di triwulan II ini diperkirakan akan jauh lebih buruk, di mana di triwulan I kita masih di level 2,9 persen. Memburuk di triwulan II karena memang kita melakukan PSBB yang baru dilonggarkan Juni," ucapnya.

Sekadar informasi, Singapura terjerembab ke dalam jurang resesi setelah ekonomi mereka pertumbuhannya menyusut menjadi minus dalam dua kuartal terakhir.

Pada kuartal I 2020, pertumbuhan ekonomi Singapura tercatat minus 0,7 persen (quarter to quarter/qtq). Lalu, pada Selasa, 14 Juli, Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura (MTI) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Negeri Singa anjlok 41,2 persen (qtq) pada kuartal II 2020.

Secara tahunan, ekonomi Singapura juga terkontraksi 12,6 persen. Kondisi Singapura seolah menjadi alarm awal bagi negara di kawasan Asia Tenggara lainnya terhadap ancaman resesi.