JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, berdasarkan data Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia proyeksi terbaru menunjukan kontraksi perekonomian dunia tak sedalam yang diperkirakan. Hal ini tergambar dari pertumbuhan ekonomi global.
"IMF akan mengeluarkan proyeksi terbaru mereka. Update terakhir dari IMF adalah tahun 2020 kontraksinya tidak sedalam seperti yang diperkirakan pada bulan Juni lalu kontraksinya diperkirakan minus 5,2 persen. Outlook yang dikeluarkan bulan Oktober ini bahwa kontraksi ekonomi dunia lebih rendah yaitu minus 4,4 persen," katanya, dalam Konferensi APBN Laporan Periode Realisasi September, Senin, 19 Oktober.
Bandahara negara ini mengatakan, revisi proyeksi yang dilakukan IMF ini menggambarkan kondisi di beberapa daerah, terutama di negara maju di mana saat ini sudah terjadi pemulihan ekonomi global lebih cepat.
Lebih lanjut, Sri Mulyani mengatakan, pemulihan lebih cepat dari negara maju diperkirakan terjadi pada kuartal III 2020, meskipun sebelumnya dikuartal II kontraksi terjadi sangat dalam hingga menyentuh dua digit.
"Pada bulan yang lalu saya menunjukkan kontraksi-kontraksi di semua negara, terutama negara-negara maju. Selain itu, juga bahkan negara berkembang mengalami kontraksi yang sangat-sangat dalam," jelasnya.
Sementara itu, kata Sri Mulyani, The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) juga melakukan revisi pertumbuhan ekonomi dunia pada September lalu dengan proyeksi pada 2020 minus 4,5 persen.
Di sisi lain, Bank Dunia masih tetap pada perkiraannya Juni lalu yakni ekonomi dunia terkontraksi 5,2 persen dan kalaupun ada revisi akan dilakukan pada awal tahun.
"Kalau kita lihat untuk tahun ini ada sedikit konvergensi dari outlook ekonomi dunia dari berbagai lembaga tersebut yaitu pada kisaran antara minus 4 persen hingga 5 persen," ucapnya.
India Paling Tertekan akibat COVID-19
Pandemi COVID-19, kata Sri Mulyani, telah menghancurkan perekonomian semua negara di dunia tanpa terkecuali. Namun, yang paling dahsyat tertekan akibat pandemi adalah India.
Sri Mulyani mengatakan, di antara negara emerging market saat ini yang terkontraksi paling dalam adalah India. Di mana pada kuartal II 2020 kontraksi perekonomiannya bahkan mencapai minus 23,9 persen dan akan berlanjut di kuartal III minus 6,6 persen.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, Sri Mulyani berujar, berdesakan laporan terbaru IMF, perekonomian India di tahun ini diproyeksi akan minus di atas 10 persen. Ini dinilai sebagai kontraksi yang cukup besar bagi negara berkembang.
"Negara emerging seperti India yang alami kontraksi paling dahsyat. Luar biasa dalam" tuturnya.
Sementara itu, kata Sri Mulyani, negara yang berada di sekitar Indonesia seperti Malaysia terkontraksi dalam pada kuartal II yakni minus 17,1 persen dan pada kuartal III di proyeksi minus 4,5 persen. Kemudian Filipina minus 16,5 persen di kuartal III diprediksi minus 6,3 persen. Lalu, Singapura di kuartal II minus 13,2 dan di kuartal III di proyeksi minus 6 persen.
Thailand minus 12,2 persen dan di kuartal III akan tetap minus 9,3 persen. Namun, kata Sri, dengan kondisi politik di Thailand saat ini, bahkan di kuartal IV dinilai akan sulit untuk bisa bangkit.
"Jadi semua negara across the board baik di Barat, Timur, Utara, Selatan, maju maupun emerging, semuanya alami tekanan luar biasa. Kita lihat magnitude dari tekanannya saja yang berbeda," tuturnya.