Bagikan:

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memproyeksi semua negara akan mengalami resesi. Sebab, pandemi COVID-19 memberikan tekanan terhadap ekonomi semua negara yang membuat ekonomi di seluruh negara mengalami penurunan.

Menurut Sri Mulyani, perkembangan kasus COVID-19 memengaruhi aktivitas ekonomi dan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Termasuk juga negara-negara lain. Dia mengatakan, kuartal II tahun ini merupakan yang terberat bagi seluruh negara.

Indonesia, kata Sri Mulyani, mengalami kontraksi 5,32 persen pada kuartal II tahun ini. Namun, negara lain mengalami kontraksi yang lebih dalam lagi. Rusia minus 8,5 persen, Hong Kong minus 9 persen, AS minus 9,5 persen, Jepang minus 9,9 persen, Jerman minus 11,7 persen, dan semua negara ASEAN minus 5 persen, Thailand minus 12,2 persen, Singapura minus 13,2 persen, Filipina minus 16,5 persen, dan Malaysia minus 17,1 persen. Bahkan, India kontraksinya mendekati 24 persen.

Kemudian, kata Sri Mulyani, pertumbuhan ekonomi negatif juga dialami negara-negara di Eropa. Kontraksinya bahkan di atas 20 persen seperti Spanyol, UK, dan Prancis.

"Kalau kita lihat kuartal III forecast mereka juga belum mencapai zona positif. Meskipun mereka masih kontraksi dan masih cukup dalam. Ini adalah suatu yang menggambarkan technical semua negara sudah masuk resesi. Bahkan ada yang mulai sejak kuartal kuartal I sudah negatif. Jadi kalau kuartal III forecast negatif, mereka bisa tiga kuartal berturut-turut negatif," tuturnya, dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa, 22 September.

Kemenkeu sendiri telah merevisi prediksi perekonomian Indonesia di kuartal III yang awalnya optimis berada di zona positif, menjadi negatif. Dari minus 1,1 persen hingga positif 0,2 persen, jadi minus 2,9 persen sampai minus 1,0 persen.

Sri Mulyani mengatakan, sejumlah lembaga internasional juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun ini minus. Salah satunya dari IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global berada di level minus 4,9 persen.

"World Bank minus 5,2 persen, dan OECD memprediksi di level minus 4,5 persen. Ini lebih baik dibandingkan proyeksi OECD di Juni yang sampaikan bisa minus 6 sampai minus 7,6 persen," katanya.

Di tahun depan, kata Sri Mulyani, lembaga internasional memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia berada di kisaran 4 persen hingga 5 persen. Artinya akan ada perbaikan ekonomi di 2021.

"Ini konsekuensi tahun ini yang menurun dan berasumsi kondisi COVID-19 bisa dijaga dan mulai tersedia vaksin yang membuat kondisi kegiatan ekonomi ditingkatkan. Lalu juga stimulus semua negara bisa memberikan dampak dari minimal penurunan ekonomi atau penguatan ekonomi tahun depan," tuturnya.